PELAYANAN Vessel Traffic Service (VTS) di wilayah perairan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, menghasilkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) rata-rata Rp 190 juta tiap bulan. Pendapatan tertinggi di antara VTS yang dimiliki Direktorat Kenavigasiaan Ditjen Perhubungan Laut tersebut, diraih dari sekitar 1.100 kapal.
“Pendapatan ini diraih berkat kerja sama dengan Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Perak,” kata Kepala Distrik Navigasi Kelas I Surabaya, I Nyoman Sukayadnya, pada sosialiasi fungsi VTS dan rencana pemberlakuan pungutan PNBP kepada pengusaha pelayaran, pengurus Asosiasi Pemilik Kapal Niaga Indonesia (INSA) Surabaya, Pertamina dan PT Pelabuhan Indonesia III Cabang Tanjung Perak.
Dijelaskan, pelayanan VTS untuk membantu keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim. Fasilitas yang nyaris mirip Air Traffic Control (ATC) di bandara tersebut juga dapat mengetahui dan otomatis merekam bila terjadi pelanggaran atau tindak pidana di perairan.
Pelayanan luar biasa tersebut terungkap saat Kepala Distrik Navigasi Surabaya, I Nyoman Sukayadnya, presentasi dalam
Tiga Layanan
Nyoman mengemukakan VTS Surabaya memberi layanan informasi yang sangat berguna bagi nakhoda mengambil keputusan dalam bernavigasi (olah gerak kapal), sekaligus memonitor dampak dari olah gerak kapal tersebut.
Selain itu, VTS juga menyediakanTraffic Organization Service. Layanan ini untuk mengatur lalulintas kapal di wilayah cakupan VTS agar aman, efisien dan tidak membahayakan pelayaran dan lingkungan.
Tiga layanan mendasar tersebut terkonstruksi melalui komunikasi radio antara operator VTS dengan kapal, sepanjang kapal itu dilengkapi AIS (Automatic Identification System) yang terus diaktifkan. Layanan selama 24 jam ini dilengkapi radar dan CCTV yang mampu memantau sekaligus merekam pelanggaran atau tindak pidana di perairan.
“Lewat peralatan ini, maka penyelundupan, pembajakan, pencemaran perairan dan transaksi ilegal dapat diketahui secara visual dan otomatis direkam oleh CCTV. Semua peristiwa dapat diketahui secara real time. Tidak hanya pergerakan kapal, VTS juga dapat mengetahui pergerakan kendaraan, barang dan orang di pelabuhan,” tuturnya.
Operasional VTS didukung oleh koneksitas komunikasi dengan Stasiun Radio Pantai di sejumlah lokasi, termasuk di Madura dan Gresik. Operator stasiun radio pantai berkomunikasi secara intens dengan operator VTS bila terjadi masalah di perairan. Perusahaan pelayaran dan INSA dapat mengakses layanan visual tersebut dengan menyediakan perangkat yang online dengan VTS.
“Namun akses peralatan ini hanya sebatas memonitor visual. Tak bisa aktif seperti di VTS,” katanya. Nyoman menjelaskan, kapal-kapal yang berlayar di wilayah kerja VTS wajib mendapat layanan dan jasa VTS. Antara lain kapal dengan bobot 300 GT atau lebih, kapal penumpang, dan kapal dengan panjang 30 meter atau lebih atau yang sedang menarik/ mendorong kapal lain.
Selain itu, kapal-kapal kargo segala ukuran yang diklasifikasikan masuk kategori berbahaya berdasar aturan internasional, maupun kapal yang sedang melaksanakan operasi khusus. [Erick AM]