Bisnis Trucking Diperkirakan Tumbuh 15%

Truk pengangkut barang masih mendominasi jalan raya Sumatera-Jawa-Bali.
Truk pengangkut barang masih mendominasi jalan raya Sumatera-Jawa-Bali.

SEIRING pertumbuhan ekonomi dan maraknya pengembangan infrastruktur, bisnis angkutan barang jalur darat menggunakan truk diperkirakan pada 2017 akan mengalami pertumbuhan 10% – 15%. Kendati volume muatan meningkat, pertumbuhan tersebut tidak akan berdampak besar terhadap  peningkatan pendapatan pengusaha truk.

Sejak beberapa tahun lalu pengusaha banyak melakukan investasi kendaraan, sementara permintaan angkutan barang tidak sesuai harapan. Artinya, pertumbuhan logistik lebih rendah dari populasi angkutan barang tahun depan. Namun demikian, jalur darat masih mendominasi transportasi barang, terutama jalur Sumatera – Jawa – Bali yang menguasai lebih dari 70% distribusi barang.

“Tahun depan, pertumbuhan diperkirakan lebih baik dibanding saat ini, kendati permintaan angkutan truk belum terlalu signifikan,” kata Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) bidang Sarana dan Prasarana, Sugi Purnoto.

Dikatakan, banyaknya truk saat ini masih mampu mengangkut volume muatan hingga 20%, sehingga kelebihan armada truk masih akan terjadi tahun depan.

Sistem berubah

Wakil Ketua Umum Aptrindo bidang Distribusi dan Logistik, Kyatmaja Lookman, juga memprediksi angkutan barang akan berkembang tahun depan. Hal itu terdorong oleh langkah pemerintah yang terus mengenjot pembangunan jalan tol, pelabuhan dan infrastruktur lainnya.

Namun ia memperkirakan pertumbuhan tersebut kurang signifikan, bahkan bisa cenderung stagnan. Hal ini disebabkan oleh dampak perubahan customer behaviour (kebiasaan konsumen) sejak dua tahun lalu. Konsumen tidak lagi melakukan stocking barang, sehingga distribusi barang dilakukan dengan sistem just in time.

“Sistem itu umumnya digunakan pabrik barang konsumsi, elektronik dan otomotif, terutama perusahaan dari Jepang. Minimarket dan supermarket besar juga menerapkan sistem yang sama. Dari sistem just in time tersebut, beberapa manufaktur sudah mengurangi penggunaan pusat distribusi di kota besar,” ujarnya.

Sekarang, lanjut Kyatmaja, industri lebih memilih mengunakan fasilitas stock point, sebagai tempat penampungan sementara. Imbasnya, perusahaan menerima penawaran dari konsumen untuk menyediakan fasilitas gudang. Setelah diangkut dengan truk besar hingga gudang sementara, barang kemudian disebar ke beberapa wilayah dengan mengunakan truk yang lebih kecil.

Sistem ini, menurutnya, akan mengurangi biaya gudang. Akibatnya, properti pergudangan akan terkena dampak dari berubahnya sistem distribusi logistik tersebut.

Terkait kelebihan armada truk, dia mengatakan, fenomena ini menyebabkan harga truk bekas semakin jatuh, tak beda dengan harga besi tua. “Kalau dulu harga truk tahun 1997 bisa Rp 200 juta, sekarang hanya Rp 20-30 juta,” ungkapnya.

Banyaknya jumlah angkutan barang itu juga menimbulkan dampak lain, yakni penurunan tarif sewa. Sepanjang tahun ini penurunan tarif trucking sudah mencapai 10%.

“Kalau bicara ongkos logistik mahal, pasti bukan karena truk. Kita dua tahun belum naikkan tarif. Kondisi ini masih terjadi hingga akhir tahun ini. Namun, diharap bisnis trucking tahun depan akan lebih baik,” ujarnya. *ERICK A.M.

 

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *