Menaker : TKA Illegal Harus Ditindak Tegas

Di hadapan Menaker dan pejabat eselon I Kemnaker, secara simbolis lima Kepala Disnaker Propinsi menandatangani pernyataan kesediaan melaksanakan dana dekonsentrasi Kemnaker 2017 senilai Rp 3,5 triliun.
Di hadapan Menaker dan pejabat eselon I Kemnaker, secara simbolis lima Kepala Disnaker Propinsi menandatangani pernyataan kesediaan melaksanakan dana dekonsentrasi Kemnaker 2017 senilai Rp 3,5 triliun.

Jakarta, Maritim

Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dakhiri menekankan kepada para kepala dinas tenaga kerja daerah untuk terus memantau keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA) di wilayahnya masing-masing. Baik yang berstatus legal, apalagi jika ditemukan TKA yang bekerja secara illegal.

Read More

Jika  ada TKA yang bermasalah jangan dibiarkan berlarut-larut, atau bahkan justru membuat statemen di koran. Tapi harus segera diatasi, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan publik karena termakan isu yang belum tentu benar.

“Kalau ditemukan ada TKA bekerja tanpa izin alias illegal, harus segera ditindak tegas dan diproses sesuai hukum yang berlaku,” kata Hanif saat membuka rapat koordinasi nasional (Rakornas) ketenagakerjaan di Jakarta, Kamis (2/2).

Dalam kesempatan itu, secara simbolis lima Kadisnaker Propinsi menandatangani surat pernyataan kesediaan pelaksanaan Dekon (dana dekonsentrasi) 2017 dengan pejabat eselon I Kemnaker, disaksikan Hanif Dakhiri. Anggaran Kemnaker yang dialokasikan ke berbagai daerah itu sekikar Rep 3,5 triliun. Sebelumnya, semua pejabat eselon I menandatangani perjanjian kinerja dengan Menteri Hanif.

Di hadapan ratusan peserta Rakornas dari pusat maupun daerah, Menaker minta para kepala dinas tenaga kerja terus memonitor keberadaan TKA di daerahnya masing-masing. Data TKA di daerah perlu diintegrasikan dengan data di pusat, termasuk perizinan baru maupun perpanjangan.

“Hal ini untuk memudahkan pengawasan, sehingga jika terjadi masalah akan cepat dapat diatasi,” pintanya.

Selain itu, Hanif juga minta para kepala disnaker untuk secepatnya menyelesaikan masalah ketenagakerjaan lainnya yang terjadi di daerahnya.  Jangan sampai kasus yang terjadi di daerah lantas ‘dilempar’ ke Jakarta.

Hanif menyoroti ada dinas yang tidak mampu menyelesaikan masalah, padahal kasus itu telah terjadi setahun yang lalu. “Setiap kasus yang terjadi harus cepat diselesaikan. Jangan lamban, atau bahkan menunggu ada pengaduan dulu baru bertindak. Juga jangan sampai disurati dari Jakarta karena lamban menangani,” tukasnya.

 Ubah orientasi

Dalam melaksanakan program ketenagakerjaan di daerah melalui dana dekon, Hanif minta orientasinya harus diubah. Kalau selama ini keberhasilannya ditentukan oleh penyerapan anggaran, kini harus dilihat sejauh mana manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat.

“Penyerapan anggaran juga penting, tapi jauh lebih penting lagi bila hasilnya dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” sambungnya seraya mengritik pejabat yang bisa membuat laporan padahal tidak ada kegiatan.

Ia mengingatkan, dari 125 juta angkatan kerja, 60% di antaranya lulusan SD/SMP. Mereka ini perlu diprioritaskan mendapat lapangan kerja melalui pendidikan keterampilan, sementara anggaran di daerah sangat terbatas. “Ada daerah yang anggarannya cuma Rp 200 juta setahun,” keluhnya.

Untuk itu, Menaker minta anggaran pendidikan pelatihan (vocational training) ditingkatkan, baik di pusat maupun  daerah. Ia berpendapat anggaran diklat di daerah perlu ditingkatkan minimal 10% dari anggaran pendidikan yang tercantum dalam APBD. Di pusat anggaran serupa juga perlu ditingkatkan 10% dari anggaran pendidikan nasional mencapai 20% dari total APBN.

“Anggaran ini perlu untuk melatih calon pekerja dalam upaya menekan angka pengangguran,” ujarnya.

Ditambahkan, angka pengangguran 2015 tercatat 6,18 juta, sedang 2016 (sampai Agustus) sebanyak 5,61 juta. “Angka ini terendah sejak era reformasi,” sambung Hanif.**[Purwanto.]

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *