Surabaya – Maritim
KEBERHASILAN pemerintah menangkap dan membakar kapal-kapal asing pencuri ikan di perairan Indonesia, ternyata belum mampu meningkatkan hasil tangkapan ikan nelayan lokal. Bahkan tangkapan ikan hingga kini tetap saja menurun dan belum mampu untuk memenuhi kebutuhan ikan dalam negeri. Oki Lukito pengamat perikanan dari Insan Bahari, beberapa waktu lalu menjelaskan: “Sebenarnya perairan Indonesia merupakan pusat ikan. Tetapi kita justru kekurangan ikan-ikan bernilai ekonomi tinggi seperti Tuna Cakalang dan Tongkol”.
Menurutnya, ikan jenis lemuru misalnya, para nelayan sudah lima tahun ini tak bisa menangkap karena hilang dari peredaran. Kalaupun ada maka hanya jenis lemuru kecil yang bisa ditangkap sehingga perusahaan-perusahaan pengalengan ikan di Indonesia harus impor lemuru jenis besar, padahal lemuru jenis besar harusnya banyak bisa ditemukan di perairan Indonesia Timur. Begitu juga ikan salem yang kini juga impor, harus juga bisa ditemukan di seluruh perairan Indonesia.
“Tetapi nelayan kita tidak bisa menangkap ikan-ikan tersebut. Di Prigi, Trenggalek yang merupakan salah satu sentra ikan terbesar di Jawa Timur, saat ini produksi ikan tangkap dari para nelayan juga menurun. Jika dulu tiap tahun hasil tangkap nelayan mencapai 24 ribu ton pertahun, saat ini tak sampai 4,3 ribu atau menyusut lebih dari 500 persen. Katanya banyak ikan, tapi perikanan kok sepi. Saya menduga bahwa hal ini tetap saja disebabkan oleh ilegal fising yang masih beroperasi. Sekarang itu kapal-kapal besar itu parkir di Papua Nugini, mereka beroperasi di hari-hari tertentu dengan cara menyedot ribuan ton ikan, jadi tak lagi gunakan jaring,” ujar Oki pula.
Selain itu, keberadaan ikan yang rata-rata berada di 120-200 mill laut juga tidak bisa dijangkau oleh para nelayan lokal yang mayoritas hanya mampu berlayar di 12 mill laut. Masih menurut Oki Lukito kalau pemerintah memang serius, harusnya memberi bantuan kapal-kapal besar kepada nelayan sehingga mereka bisa mendapatkan ikan lebi banyak lagi,” kata Oki.
Kebutuhan ikan di Jatim sekitar 1,7 ton pertahun dan baru terpenuhi sekitar 800-900 ton. Upaya yang harus dilakukan dengan meningkatkan sumber daya laut itu sendiri. Heru Tjahjono Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur mengatakan, beberapa program sudah dilakukan seperti program restocking ikan yang hasilnya ternyata kurang maksimal. Selain itu ada program pelepasan ikan kembali ke laut dan budidaya ikan laut dan air payau. Program ini mempertahankan lahan budidaya ikan jangan sampai luasan lahannya berkurang
“Ada juga program rekayasa pangan untuk mempercepat masa panen ikan. Rekayasa pelabuhan-pelabuhan ikan yang harus ramah lingkungan, kata dia, yang bisa meningkatkan produksi ikan dan jangan sampai ikan rusak setelah sampai di pelabuhan. Upaya lainnya yakni dengan pemberian bantuan alat pendingin pada para nelayan. “Mereka yang biasanya jual ikan langsung habis, sekarang tidak harus habis dan sisanya disimpan di alat pendingin. Nanti bisa dijadikan olahan ikan. Prinsipnya pemerintah fokus income perkapita nelayan bisa meningkat.
Langkah-langkah yang harus ditempuh agar nelayan dapat bantuan pemerintah, nelayan harus mengajukan proposal kemudian dilakukan verifikasi sampai muncul rekomendasi. Sampai saat ini masih sedikit nelayan yang ajukan permintaan. Baru nelayan pelabuhan Puger Jember yang sudah memanfaatkan bantuan dari DKP Jatim” ujar Heru.***(ERICK A.M.)