Dari Sidang Karet ASEAN, Malaysia Desak ASEAN Punya Standar Kualitas Untuk Dipakai di Eropa dan Amerika Serikat

Direktur Industri Kimia Hilir Kemenperin, yang juga Ketua Sidang Karet ASEAN, Teddy C Sianturi tengah berbincang dengan salah satu delegasi anggota negara ASEAN
Direktur Industri Kimia Hilir Kemenperin, yang juga Ketua Sidang Karet ASEAN, Teddy C Sianturi tengah berbincang dengan salah satu delegasi anggota negara ASEAN

Medan, Maritim

Malaysia mendesak para anggota ASEAN dapat menyatukan langkah dan tujuan untuk melakukan ekspansi standar kualitas karet dunia ke berbagai negara Eropa, Amerika Serikat, Amerika Utara dan Amerika Selatan.

Read More

 

Pasalnya, Indonesia, Malaysia dan Thailand, yang selama ini disebut-sebut sebagai produsen karet dunia, sudah waktunya memiliki suatu standar kualitas karet sendiri untuk dipakai di tataran global.

“Kita ingin dalam wadah ASEAN ini ada satu standar kualitas yang dapat dipercaya dan dipakai oleh para negara di Eropa, Amerika Serikat, Amerika Utara dan Amerika Selatan. Karena selama ini standar yang seperti itu belum pernah dimiliki di antara para anggota negara-negara ASEAN. Sebab para anggota ASEAN sejauh ini masih lebih banyak mengurusi standarnya masing-masing,” kata delegasi Malaysia, Dr Supra, pada kesempatan ‘The 24th Meeting of ASEAN Consultative Committee for Standards and Quality Rubber Based Product Working Group’, yang dipimpin oleh Direktur Industri Kimia Hilir Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Teddy C Sianturi, sekaligus sebagai Ketua Sidang Karet ASEAN, di Medan, Sumatera Utara, Senin (27/2).

Menurut Supra, selama ini kelemahan para anggota ASEAN tidak memiliki standar kualitas sendiri, karena memang beberapa negara di dalam anggota ASEAN tersebut mengalami ketinggalan dalam hal pengembangan research and development (R&D).

“Ini yang jadi penyebab kelemahan utama dari ASEAN. Termasuk R&D yang dimiliki Indonesia sendiri sedikit ketinggalan jika dibandingkan dengan Malaysia. Itulah sebabnya para anggota ASEAN lebih banyak menggunakan standar ISO dan jenis standar lainnya yang dimiliki oleh negara Eropa. Padahal,  mereka bukanlah produsen karet dunia,” tegasnya.

Dia yakin, jika ASEAN sudah memiliki standar sendiri, maka negara importir juga akan mempercayainya. Sama seperti ketika suatu negara percaya memakai ISO negara lain. Semua itu tak lain demi harmonisasi standar. Sebab yang terjadi sekarang berbeda-beda. Malaysia punya sendiri standar, Thailand punya sendiri dan Indonesia juga punya standar sendiri. Belum bisa disatukan.

“Memang sulit menyatukan standar yang berbeda-beda tersebut menjadi satu. Tapi dengan adanya wadah dan pertemuan seperti di Medan ini dapat kita rintis tujuan dan langkah itu secara bersatu. Walaupun sudah banyak kemajuan,” ajak Supra.

Sementara di tempat sama, Direktur Industri Kimia Hilir Kemenperin, Teddy C Sianturi, yang juga Ketua Sidang Karet ASEAN, menjelaskan tahun lalu isu yang jadi persoalan standar ban keras, bantaran karet di pelabuhan dan kegiatan harmonisasi standar ASEAN dengan ISO. Kalau itu disepakati, maka para negara anggota ASEAN harus menyiapkan perangkat laboratorium uji dan peralatannya.

“Namun yang jadi kekuatiran kita, jika kita tidak memiliki suatu standar di negara ASEAN, lalu Thailand mengajukan untuk dibuatkan ISO, maka kita harus mengikuti standar dari Thailand tersebut. Makanya, strategi kita memperbanyak standar yang kita buat dengan ISO atau memodifikasi ISO dengan kemampuan produk dalam negeri,” ungkap Teddy.

Nah, sekarang Indonesia kuat di mana, itu yang dilakukan. Karena technical barrier diperbolehkan oleh WTO.

“Masalahnya kita belum pernah. Hanya Thailand, Malaysia dan Vietnam saja yang banyak mengajukan soal standar tersebut. Kita belum siap kelihatannya,” ujar.

Menjawab soal lemahnya SNI yang dimiliki di sektor karet, menurut Teddy, karena diversifikasi produk Indonesia masih ketergantuangan dari produk luar. Ditambah R&D nya lemah. Karena membuat SNI itu harus diawali dengan R&D.

“Kalau R&D kita kuat, kita bisa kuat, tidak seperti sekarang yang hanya jadi pengekor saja. Makanya kita hanya bisa mengadopsi ISO saja. Ini yang jadi kekuatiran saya,” ungkapnya.

Karena itu, ajak Teddy, bangun terlebih dahulu R&D jika Indonesia mau maju sebagai pemimpin karet di ASEAN. (M Raya Tuah)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *