Rebut Pasar TIK Global, Kemenperin Genjot 5 Lembaga Tecnopark Berdaya Saing

Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin Achmad Rodjih Almanshoer

Jakarta, Maritim

Keberpihakan pemerintah untuk mengembangkan industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam negeri sangat dibutuhkan. Sebab dengan begitu, berbagai peluang bisnis industri ini di Indonesia, termasuk di antaranya soal pengembangan riset dan inovasi serta teknologi, dapat segera direbut.

“Keputusan pemerintah memberlakukan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) hardware dan software punya potensi yang sangat besar dalam menumbuhkan industri software (aplikasi) di Tanah Air. Karena itu, inisiatif Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengembangkan lima dari 23 lembaga technopark di seluruh Indonesia, adalah langkah strategis yang harus didukung oleh semua pihak,” kata Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin, Achmad Rodjih Almanshoer, kepada wartawan di ruang kerjanya, kemarin.

Menurut Rodjih, sebenarnya sudah lama bangsa ini bermimpi supaya industri TIK bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri. Salah satu upaya yang kini tengah dilakukan Kemenperin adalah dengan menggenjot pengembangan lima lembaga tecnopark yang berada di bawah Direktorat Industri Elektronika dan Telematika sebagai binaannya.

Kelima tecnopark itu adalah Tecnopark Tohpati Center di Balai Diklat Industri Bali, Tecnopark Incubation Bisnis Center (IBC) di Semarang dan Bandung Tecnopark di Universitas Telkom Bandung. Sisanya Tecnopark Politeknik Batam dan Tecnopark Rumah Software di Baristrand Makassar.

“Dalam pengembangan industri teknologi informasi (IT) ini, Kemenperin punya tanggung jawab untuk mengembangkan lima tecnopark itu, terutama dalam pengembangan kemampuan sumber daya manusia (SDM). Sehingga pada 2035 mendatang, sesuai dengan target jangka panjang yang kami tetapkan, terwujudnya kemandirian industri elektronika dan telematika nasional,” urainya.

Di samping itu, tambahnya, untuk membuat roadmap pengembangan industri perangkat lunak nasional dibutuhkan dukungan dari tujuh faktor. Faktor-faktor itu sangat mempengaruhi satu dengan lainnya, yaitu Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN). Kebijakan pemerintah, pertumbuhan pengguna internet, perkembangan ekonomi digital, pertumbuhan mobile devices, IT spending dan SDM TIK Indonesia.

Pasalnya dalam RIPIN 2015-2035 disebutkan, industri elektronika dan telematika merupakan industri andalan yang perlu dibangun, termasuk di dalamnya adalah industri perangkat lunak. Industri ini bukanlah jenis industri padat modal melainkan industri yang bertumpu pada kreatifitas dan kemampuan olah pikir SDM.

Sehingga ke depan, bangunan industri telematika akan menyelaraskan industri hardware dan software, dengan mendorong akselerasi industri mobile apps and internet of thing (IoT).

“Namun begitu, untuk meningkatkan keunggulan komparatif, industri perangkat lunak perlu diberikan insentif. Terutama bagi industri yang membangun perangkat lunak untuk enterprise. Sehingga mereka dapat lebih kuat dalam bersaing,” tekan Rodjih.

Saat ini, di Indonesia diperkirakan ada 150 perusahaan industri perangkat lunak, yang tersebar di kota Jakarta, Bandung, Surabaya, Bali dan Medan.

Produk aplikasi software yang telah mampu dihasilkan di dalam negeri di antaranya financial management, geogaphical information system, inventory, office animation. Multimedia presentation, excecutive information system, intetnet dan aplikasi lainnya.

Berdasarkan data International Data Corporation (IDC), pada 2015 belanja smart phone nasional mencapai US$5,4 miliar, atau setara dengan Rp75,6 triliun. Komputer tablet US$1 miliar (Rp14 triliun) dan belanja personal computer (PC) US$0,9 miliar (Rp12,6 triliun).

Data tersebut menyebutkan, bahwa nilai penjualan smart phone telah mengungguli PC di Indonesia. Bahkan, komputer tablet juga mempunyai nilai penjualan yang lebih tinggi dari pada PC. (M Raya Tuah)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *