Jakarta, Maritim
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) desak Kementerian Pertanian (Kementan) untuk tidak memberlakukan karantina terhadap kulit impor. Sebab dengan diterapkannya aturan tersebut, kinerja industri kulit nasional jadi terganggu, yang ujungnya Indonesia sebagai basis produk kulit dunia gagal tercapai.
“Kulit impor agar tidak masuk karantina, karena kulit itu sudah jadi, yakni kulit yang sudah bisa langsung untuk diproduksi. Jadi bukan merupakan bahan baku yang berbahaya lagi. Kalau masuk karantina, lalu di fumigasi lagi oleh petugas, maka kulit tersebut akan rusak,” tegas Direktur Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka, Ditjen Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA), Kemenperin, Muhdori, kepada wartawan di ruang kerjanya, baru-baru ini.
Muhdori menjelaskan, untuk kulit impor dan ekspor, pihaknya tidak tahu mengapa harus ada proses karantina terlebih dahulu.
“Kulit impor itu kan sudah dinyatakan sehat dari negara asalnya, baik untuk penyakit mulut, maupun penyakit kukunya. Lalu untuk apa lagi di karantina,” tanyanya.
Ditambahkan, kulit impor yang tertahan di karantina akan berdampak pada terhentinya proses produksi di pabrik, yang akibatnya proses produksi jadi terhambat.
Saat ini, ungkap Muhdori, industri kulit dalam negeri hanya mampu memasok konsumsi domestik sekitar 35%. Sedangkan 65% masih tergantung dari impor.
Kini, industri kulit cenderung masih belum berkembang, karena para pengusahanya belum meningkatkan teknologi. Yang akibatnya, produk kulit belum bisa memiliki kualitas sesuai standar internasional.
Sebenarnya, potensi dan peluang industri kulit dalam negeri untuk memenuhi standar internasional, sangatlah terbuka luas dan bisa. Terutama untuk bersaing ke pasar Eropa. Karena Indonesia memiliki bahan baku kulit dalam negeri yang cukup dan SDM penyamakan kulit yang kompeten.
Di seluruh Indonesia, kini terdapat 146 perusahaan penyamakan kulit, yang memproduksi kulit jadi dengan kualitas yang tidak diragukan lagi. Makanya dengan jumlah perusahaan sebanyak itu, Indonesia bisa jadi basis untuk industri kulit dunia.
Untuk mencapai ke sana, ujar Muhdori, dibutuhkan dua langkah konkrit. Pertama, petugas rumah potong hewan (RPH) diberikan bimbingan teknis soal cara pengkulitan yang baik dan benar. Karena selama ini terjadi kesalahan pemotongan. Akibatnya kulit tersebut jadi rusak permanen. Makanya pada proses ini perlu ada insentif dari para pengusaha kulit.
Kedua, kulit impor itu agar tidak lagi di karantina, karena akan membuat proses produksi jadi bertambah lama. (M Raya Tuah)