DARI target 100 unit armada yang dpesan sejak 2015, Kementerian Perhubungan saat ini baru memiliki 30 unit kapal perintis baru. Bay M. Hasani Dirlala Ditjenla Kemenhub mengatakan sisa dari total kapal yang dipesan tersebut akan rampung pada akhir 2017 ini. Ungkapnya: “Sejak Desember 2015, Kemenhub selenggarakan kontrak pembangunan 100 unit kapal perintis milik negara dengan skim pembiayaan multiyears. Saat ini baru 30 unit yang siap, dan pada 2017 seharusnya selesai 70 unit yang terdiri dari 50 kapal penumpang sekaligus barang, 15 kapal pengangkut petikemas, dan 5 unit kapal pengangkut ternak”.
Menurut dia, tentunya untuk pembangunan kapal perintis tak akan berhenti sampai di sini. Apalagi 100 kapal sangat kecil jumlahnya dibanding kebutuhan transportasi sebagai penghubung sekitar 17.000 pulau di seluruh perairan Indonesia. Dengan tambahan kapal perintis tersebut diharap ke depan nanti waktu tunggu lama dalam satu trip yang biasanya mencapai 14 hari bisa dipersingkat menjadi 7 hari khususnya di pulau-pulau terluar yang sebelumnya sulit dijangkau.
Hasani menyebut, saat ini total ada 96 trayek kapal perintis. Dari jumlah tersebut, 46 di antaranya dikelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) berdasar penugasan dari negara. Sisanya, dikelola pihak swasta. Menurutnya, dengan penambahan kapal baru, maka armada yang dimiliki swasta dapat diganti, karena selama ini kebanyakan perusahaan pelayaran swasta mengoperasikan kapal-kapal barang yang tidak layak digunakan sebagai kapal untuk mengangkut penumpang. Terdapat juga kapal-kapal penumpang bekas yang dibeli pada usia pengoperasian yang sudah lebih dari 20 tahun.
“Saat ini cukup banyak perusahaan pelayaran swasta yang mengoperasikan kapal barang dilengkapi tenda untuk angkutan penumpang. Seharusnya yang seperti ini sudah harus kami ganti semua, karena tak manusiawi. Berdasar pemesanan ini, sudah terdapat 50 kapal perintis yang dioperasikan, dan ke depan akan terus ditambah” ujarnya.
Dirlala Ditjenla mengatakan pihak swasta tidak perlu khawatir bahwa pangsa usaha mereka akan terpinggirkan, karena pemerintah akan tetap memberikan pengelolaan trayek sebagian kapal perintis di luar Pelni. Sebagai landasan hukum usaha, akan diperkuat dengan Peraturan Menteri yang akan menata dan melindungi agar perusahaan pelayaran swasta nantinya hanya akan bertugas mengoperasikan kapal, sedang biaya operasioal akan tetap disubsidi pemerintah. Adapun kapal perintis paling baru yang diterima pihaknya pada 6 Juni 2017, yaitu kapal perintis tipe 1.200 GT yang dibangun PT Yasa Wahana Tirta Samudera di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Menurutnya, tipe kapal perintis pesanan pemerintah akan berbeda-beda, dan perusahaan galangan yang membangun juga berbeda-beda pula.
“Terdapat kapal-kapal dari berbagai ukuran, mulai 500 GT, 750 GT, ada juga yang 2.000 GT.Hal itu tergantung akan penugasan berlayar sesuai dengan karakter perairan, dan jarak tempuh lokasi penugasannya. Tipe 2.000 GT biasanya untuk di daerah yang ombaknya cukup besar seperti Maluku Utara, Kepulauan Riau atau Laut Cina Selatan,” tutur Hasani.
Terkait hal itu, Carmelita Hartoto Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Indonesian National Shipowners Association (DPP INSA) mengatakan, pihaknya berharap pemerintah akan kian banyak memberi tugas pengoperasian kapal perintis kepada peusahaan pelayaran swasta. Menurut penilaian orang nomer satu dilingkungan INSA yang biasa disapa akrab dengan panggilan Memey ini, berdasar skema itu akan mampu tumbuh iklim usaha yang positif memacu pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah yang selama ini sulit dijangkau.
“Yang mendapat tugas membangun kapal ini, rerata merupakan anggota kami. Selain galangan kapal perlu juga jadi operator kapal karena selalu ada konektivitas antara bisnis galangan dan pelayaran” pungkas Carmelita Hartoto . ***ERICK A.M.