Solo, Maritim
Indonesia saat ini sedang fokus untuk mengatasi permasalahan sampah plastik yang kemudian berdampak pada penilaian negatif tentang produk plastik tersebut. Di mana dampak negatif yang timbul adalah sebagai akibat dari meningkatnya konsumsi dan pertumbuhan industri.
“Namun begitu, produk plastik sesungguhnya merupakan kemajuan teknologi, karena produk plastik mempunyai banyak kelebihan yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan saat ini. Tapi akibat penggunaan yang tidak bijak, termasuk cara mengelola produk plastik bekas pakai, maka kemudian menimbulkan masalah terhadap produk plastik tersebut,” kata Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup (Kapuslitbang) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Teddy C Sianturi, saat membacakan sambutan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Nyakan Timur Antara, pada seminar ‘Pengembangan Industri Degradable Plastik Dalam Negeri’, di Solo, Jawa Tengah, kemarin.
Menurutnya, permasalahan sampah plastik, apalagi pencemaran di lautan, adalah salah satu hal yang menjadi perhatian bagi Kemenperin. Di mana, seiring pertumbuhan ekonomi nasional, konsunsi di dalam negeri terhadap produk-produk industri juga semakin tinggi. Hal ini memberikan dampak positif dan negatif di dalamnya.
Peran sektor industri dalam mengatasi masalah ini tentulah sangat diharapkan. Inovasi diperlukan untuk menciptakan produk-produk plastik yang ramah lingkungan. Di mana hal uni sejalan dengan semangat UU No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian.
“Sebagai penentu kebijakan, pemerintah sudah seharusnya mengambil kebijakan terhadap produksi, penggunaan dan pengelolaan produk plastik ini,” ungkap Teddy.
Karena perkembangan teknologi plastik dan kepedulian lingkungan saat ini, selain mendorong inovasi di sektor industri plastik, sekaligus menimbulkan pro kontra terhadap penggunaan produk plastik baru maupun produk plastik konvensional.
“Makanya dalam seminar ini, kami sangat mengharapkan ada pemahaman yang sama bagi seluruh stakeholder, sehingga penentuan kebijakan dan langkah-langkah ke depan dapat dilakukan dengan tepat. Kebijakan dalam pemilihan bahan baku dan jenis produk juga disesuaikan dengan tujuan dan fungsinya. Yakni dalam teknologi proses, mampu di daur ulang dan mampu terurai,” tandas Teddy.
Sementara Kabid Pemberdayaan Perindustrian Maritim Kemenkomar, Andreas Hutahaean, menambahkan kebijakan strategis pengolahan sampah plastik di laut jadi perhatian yang cukup serius dari instansinya. Apalagi, 80% sampah yang ada di lautan itu berasal dari darat dan kapal-kapal.
“Di sisi lain, akibat pencemaran sampah seperti itu, dampaknya akan terbawa juga ke sektor pariwisata. Mengingat saat ini dari berbagai jenis sampah di laut telah mengakibatkan 700 species ikan jadi terganggu,” katanya.
Ditambahkan, ke depan pihaknya akan terus melakukan komitmen untuk mengurangi sampah, di antaranya melakukan subsitusi bahan yang terurai dan mudah di daur ulang. Kemudian mengurangi sampah plastik melalui circular economy dan melakukan edukasi ke masyarakat terkait.
Sedangkan di tempat sama, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, R Sudirman, menjelaskan pada 21 Februari 2018 mendatang akan diluncurkan roadmap ‘Kebijakan Strategis Nasional Penanganan Sampah’ sebagai wujud dari terbitnya Perpres No 97 tahun 2017.
“Roadmap ini akan keluar yang isinya berupa program dan penanganan yang dihitung berdasarkan sampah di kota-kota besar. Target kami mulai 2025, kota besar yang menghasilkan sampah sebanyak 0,728 kg per kapita, turun jadi 0,5 kg. (M Raya Tuah)