Surabaya, Maritim
PADA gelaran evaluasi pelaklsanaan tiga tahun tol laut di depan Focus Group Discussion (FGD) di Surabaya, Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjenla) R. Agus H. Purnomo katakan:. “Kami terus berupaya penuhi harapan masyarakat agar ke depan jangkauan tol laut kian luas dengan pelayanan makin baik hingga berdampak positip bagi kesejahteraan masyarakat di seluruh penjuru tanah air”.
Menurut Dirjenla, Pemerintah terus upayakan layanan terbaik dan memperluas jangkauan sebaran wilayahnya. Dihadirkannya tol laut ialah untuk menjangkau dan mendistribusikan logistik ke daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan serta menjamin ketersediaan barang serta mengurangi disparitas harga antara Kawasan Barat dengan Kawasan Timur Indonesia.
Lebih jauh dikatakan, evaluasi penyelenggaraan angkutan barang tol laut dimnaksud untuk menilai berapa besar capaian penyelenggaraan dan tolok ukur keberhasilan serta mencari rekomendasi untuk memperbaiki kelemahan dan meningkatkan kapasitas serta kualitas pelayanan.
Hal penting lain yang juga harus dievaluasi yakni efektifitas/efisiensi penggunaan ruang muat (load factor) untuk muatan berangkat dan muatan balik. Dampak pelaksanaan program tol laut terhadap disparitas harga barang kebutuhan pokok dan barang penting, ketepatan jadwal kapal. Selain itu, keandalan sarana prasarana pendukung di pelabuhan, serta biaya-biaya, konektivitas dan akses keterlanjutan muatan tol laut dengan moda lain hingga biaya logistik end to end tidak tinggi.
Janji Pengembangan: Secara terpisah, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Chandra Irawan menyampaikan, dari waktu ke waktu layanan tol laut mengalami peningkatan kapasitas, dari enam trayek di tahun 2016, menjadi 13 di tahun 2017 dan 15 trayek pada tahun 2018 ini.
“Kami berencana kembangkan trayek dengan prioritas masuk ke daerah-daerah tertinggal, terpencil, terdepan dan perbatasan yang telah memiliki fasilitas pelabuhan-pelabuhan yang telah selesai dibangun dengan tetap mempertimbangkan hal-hal seperti demand – supply dan ketersediaan logistik di suatu daerah” urai Dirlala.
Hal lain yang jadi perhatian adalah pola jalur logistik dengan menerapkan kombinasi hub-spoke, pemanfaatan 15 kapal-kapal feeder petikemas 100 TEU’S yang selesai dibangun tahun 2018, konektivitas dengan jalur logistik utama, akses konektivitas antarmoda, pola pemberian subsidi yang lebih efisien, dan pertumbuhan ekonomi daerah 3TP.
Selain penyelenggaraan program Public Service Obligation (PSO) Angkutan Barang Tol Laut, lanjut Chandra, dalam tiga tahun, pihaknya juga telah menyelenggarakan komponen tol laut. Antara lain berupa PSO Penumpang Kelas Ekonomi yang operator kapalnya adalah PT. PELNI, PSO Angkutan Barang di Laut yang dilaksanakan BUMN dan Swasta, PSO Angkutan Perintis dan Rede oleh PT. PELNI dan Swasta, PSO Angkutan Kapal Ternak oleh BUMN dan Swasta, dan Angkutan Barang dan Petikemas teratur-terjadwal yang dilaksanakan swasta.
“Kelima komponen Tol Laut tersebut harus dipahami sebagai angkutan laut yang teratur dan terjadwal (liner) bukan tramper yang berlayar tanpa jadwal regular serta rute tak teratur” ungkap Dirlala Kemenhub. ***ERICK ARHADITA