TSUNAMI DI TELUK LEBIH BERBAHAYA

Salah satu rekaman foto pasca tsunami di Palu
Salah satu rekaman foto pasca tsunami di Palu

Jakarta, Maritim

 

BENCANA alam berupa gempa berkekuatan 7,7 SR yang disusul tsunami di Sulawesi Tengah jadi perhatian para ilmuwan terkait. Tsunami yang terjadi di Sulteng digolongkan sebagai tsunami teluk, yang ternyata memiliki dampak lebih berbahaya dari tsunmai pesisir.

 

Menurut Hamzah Latief, ahli dan peneliti tsunami dari Institut Teknologi Bandung tsunami di daerah teluk lebih berbahaya dibanding di kawasan pesisir terbuka. Bahaya itu terjadi jika tsunami tadi berasal dari gempa yang sama lokasi dan besarannya. Jelasnya, seperti dirilis Tempo.co 1 Oktober 2018: “Lebih besar gelombangnya yang masuk teluk, terakumulasi energinya”.

 

Pada tsunami yang menuju pesisir terbuka, gelombang merambat ke kiri dan ke kanan atau tersebar. Sedang tsunami yang masuk ke teluk gelombangnya berkumpul dan terjebak di satu titik.  Selain itu, ada faktor yang bisa memperkuat gelombang tsunami, yaitu dinding teluk. Ujarnya: “Kalau gelombang masuk kemudian sampai kepala teluk, gelombangnya terefleksi lagi dan ketemu dengan gelombang datang, hingga jadi makin membesar”.

 

Situasi itu dapat kian runyam saat disertai longsoran batuan sedimen di bawah laut. Kalau blok batuannya besar dan meluncur ke dasar, efek gelombang tsunami dapat membesar. Hamzah menduga tsunami yang menerjang Teluk Palu ikut dipengaruhi longsoran. Katanya:

“Lokasi longsornya kita belum tahu, yang pasti di dalam teluknya. Kalau lihat rekaman video airnya kotor berarti dia ambrol di dalam teluk”.

 

Lebih jauh Hamzah berucap: “Beberapa kasus tsunami yang menerjang teluk di Indonesia, seperti di Pulau Seram pada 1890-an sampai membuat kampungnya hilang. Bukan disapu gelombang tetapi longsor ke bawah, tenggelam. Sementara tsunami di daerah pesisir terbuka misalnya di Maumere pada 1992”.

 

Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono juga mengakui, tsunami di daerah teluk lebih berbahaya daripada di kawasan pesisir terbuka. Mengutip keterangan laman BMKG, gempa pembangkit tsunami biasanya memiliki ciri-ciri:

  • lokasi sumber gempa terletak di laut
  • kedalaman pusat gempa relatif dangkal yaitu kurang dari 70 kilometer
  • gempa dengan magnitudo besar yaitu lebih dari 7,0 mekanisme penyesarannya adalah sesar naik (thrusting fault) dan sesar turun (normal fault).

 

Jelas Daryono: “Kalau besaran gempanya kurang dari magnitudo lima, tidak cukup kuat membangkitkan tsunami”.

 

Potensi tsunami di Indonesia, menurut BMKG, terutama di kepulauan yang berhadapan langsung dengan pertemuan lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik. Wilayahnya seperti bagian barat Pulau Sumatra, selatan Pulau Jawa, Nusa Tenggara, utara Papua, Sulawesi dan Maluku, serta bagian timur Pulau Kalimantan.***LIES/KTI/maritim.

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *