
Tangerang Selatan, maritim
Tiap tahun sampah plastik yang mencemari wilayah lingkungan Indonesia mencapai 2,13 juta ton per tahun, atau sekitar 44%. Sementara dari angka tersebut baru sekitar 20% yang bisa diolah kembali dan dimanfaatkan sebagai industri daur ulang.
“Dari total sampah plastik nasional, baru 36% yang dapat diambil dan dikumpulkan oleh Dinas Kebersihan dan Dinas Lingkungan Hidup dan dibuang ke TPA. Selanjutnya, baru 20% yang masuk ke dalam sistem informal seperti bank-bank sampah untuk didaur ulang (recycle),” ungkap Peneliti dari Departemen Teknik Lingkungan ITB, Prof Dr Ir Enri Damanhuri, pada media workshop, di Tangerang Selatan, Banten, Senin (10/12).
Menurut Guru Besar Pengelolaan Udara dan Limbah ITB, sampah plastik sebesar 44% yang lari ke wilayah lingkungan tersebut cukup besar sekali.
“Kenapa hal itu bisa terjadi? Karena rate collection kita rendah sekali. Sehingga 2,13 juta ton per tahun itu bocor kemana-mana. Dan di situlah persoalan utama kita,” katanya.
Dia menggambarkan, kalau kita naik kereta api dari mulai Karawang sampai ke Jakarta, lihat di kanan dan kiri, tempat sampah sudah ada. Karena memang rendah sekali tingkat kesadaran buang sampah.
Ditambahkan, idealnya dalam pengelolaan sampah, tidak ada yang tidak dapat dikumpulkan. Oleh karena itu, pengumpulan sampah oleh dinas kebersihan maupun upaya daur ulang sampah plastik harus terus ditingkatkan.
“Harus pengelolaan oleh dinas ditambah recycle 100%. Tidak boleh ada yang terbuang. Tidak boleh ada celah masuk. Kalau kita mau memperhatikan kurangi porsi sampah yang terbuang tanpa dikelola. Kemana? Ke sistem pengelola sampah kota yang memang rendah,” tegasnya.
Di sisi lain, pemerintah juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengumpulan dan penanganan sampah plastik hingga ke daerah. Terutama pada daerah-daerah yang tidak tersentuh dengan sistem pengelolaan kota.
“Terutama daerah yang tidak tersentuh dengan sistem pengelolaan kota,” ucapnya. (M Raya Tuah)