Tok! PIKKI dan Iperindo Teken MoU, Sinergi Dorong Penguatan Pakai Komponen Kapal Dalam Negeri

JAKARTA-MARITIM : Perkumpulan Industri Komponen Kapal Indonesia (PIKKI) dan Institusi Perkapalan dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) melakukan suatu langkah strategis dalam pembangunan kapal-kapal baru maupun kapal yang tengah direparasi di dalam negeri agar dipakai berbagai komponen kapal yang dibuat di dalam negeri.

Langkah strategis tersebut diwujudkan dalam satu penandatanganan bersama berupa nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU), yang masing-masing dilakukan oleh Ketua Umum PIKKI, Eki Komaruddin dan Ketua Umum Iperindo, Anita Puji Utami.

Read More

Lebih bermakna lagi, MoU itu dilangsungkan di tengah-tengah acara gelaran pameran dan seminar Inamarine 2024, yang baru saja dibuka di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Selasa (30/7). Usai penekenan kemudian dilanjutkan dengan diadakannya dialog industri yang mengambil tema “Peralatan, Perlengkapan dan Komponen Kapal”.

Hadir pada kesempatan tersebut Ketua Umum PIKKI, Eki Komaruddin, sebagai sohibul bait yang membuka acara sekaligus membacakan doa, dilanjutkan dengan keynote speech dari Ketua Umum Iperindo, Anita Puji Utami. Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Dodiet Prasetyo, Senior Manager Persetujuan Desain PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), Taufik Akbar dan dua praktisi perkapalan serta penasehat PIKKI, masing-masing Budiharto Sulaiman dan Novirwan S Said. Hadir pula para pelaku industri komponen kapal dan pada tamu lainnnya.

Impor komponen naik

Ketua Umum PIKKI, Eki Komaruddin, mengatakan saat ini pembangunan kapal-kapal baru maupun kapal yang sedang diperbaiki di galangan kapal dalam negeri banyak sekali menggunakan komponen kapal dari impor. Sehingga hal ini membuat pihaknya kuatir bahwa ketergantungan terhadap impor komponen kapal tersebut akan terus tergantung dari luar.

“Ini yang membuat saya kuatir dan lalu menginisiawi acara dialog industri, agar kita tidak dikuasai oleh barang-barang impor. Di mana seperti yang saya lihat belakangan ini barang-barang impor tersebut terus meningkat bukannya malah menurun,” katanya.

Sementara Direktur IMATAP Kemenperin, Dodiet Prasetyo, berharap pihak PIKKI dan Iperindo dapat menyiapkan suatu data dan informasi yang lengkap soal masing-masing klasifikasi dan capaian Tingkat Komponen Dalam NegerI (TKDN). Sehingga ke depannya Kemenperin dapat melayangkan surat imbauan ke berbagai pihak untuk memakai komponen produksi lokal.

“Sebab, tanpa ada data dan informasi soal capaian TKDN tersebut, kami agak kesulitan. Prinsipnya, pemerintah sangat berkomitmen untuk pengembangan industri komponen kapal sehingga akhirnya komponen tersebut bisa dipakai oleh perakitan kapal-kapal baru kita di dalam negeri,” paparnya.

Dodiet menambahkan, PIKKI dan Iperindo dapat memberikan berbagai masukan soal bisnis-bisnis apa saja yang bisa dikembangkan agar bisa ditampung dan dapat dicarikan jalan keluarnya bagi kemajuan industri komponen kapal di dalam negeri.

Ketua Umum Iperindo, Anita Puji Utami, menyoroti soal masih adanya perbedaan perlakuan antara galangan kapal di Jawa dan luar Jawa. Misalnya, saat ini menurut data BKI, pembangunan kapal di Batam mencapai 800 unit, di Samarinda 200 unit dan di Jawa hanya 20 unit.

“Kenapa ini bisa terjadi? Karena Batam dilihat lebih kompetitif harganya. Padahal, jika diperhatikan komponen-komponen yang dipakai oleh kapal-kapal di Batam tersebut semuanya diimpor. Disinilah letak adanya perbedaan perlakuan oleh pemerintah. Apakah kita akan membiarkan seperti ini terus terjadi?” tanyanya.

Anita menjelaskan, untuk mendorong pengembangan komponen kapal ke depan, salah satunya PIKKI dapat kerja sama dengan BRIN dan lembaga riset lainnya untuk membuat komponen kapal yang ramah lingkungan.

“Saya juga melihat BKI juga tidak kompetitif dengan China dalam hal sertifikasi komponen kapal. Ini perlu di review lagi,” ujarnya.

Bahan baku impor

Sedangkan dua praktisi perkapalan sekaligus penasehat PIKKI, Budiharto Sulaiman dan Novirwan S Said mengungkapkan belanja komponen kapal lokal masih dinikmati oleh industri luar negeri. “Termasuk untuk bahan bakunya sendiri, semuanya diimpor, kita tidak punya bahan baku untuk pembuatan komponen kapal di dalam negeri,” ucap Novirman.

Budiharto mengusulkan agar Kemenperin bisa melakukan pendekatan ke berbagai kementerian/lembaga dalam mencari peluang-peluang bagi kelangsungan industri komponen kapal di dalam negeri. Termasuk di antaranya melakukan pendekatan ke Kementerian Pertahanan.

“Karena persoalan pokoknya impor bahan baku akhirnya pembangunan kapal-kapal nasional kita dipenuhi impor. Misalnya, pada tier 1, kita bisa membangun kapal dan lain sebagainya,” hitungnya.

Tapi, lanjutnya, untuk tier 2,3 dan 4 semuanya tidak ada. Tier 4 mencakup bahan baku, ini impor, tier 3 komponen peralatan dan tier 2 juga tak ada.

“Impor yang cukup tinggi itu asalnya dari China. Inilah akibatnya kalau tier 4 bahan baku diimpor maka pertumbuhan industri komponen kapal tidak ada di dalam negeri,” hitungnya lagi.

Dia memberikan contoh seperti pada beberapa tahun lalu ada proyek besar pembangunan sebanyak 150 unit kapal baru oleh pemerintah. Tapi kenyataannya 80 unit kapal di antaranya komponennya berasal dari impor. (Muhammad Raya)

Related posts