FSO “GAGAK RIMANG” DAN KESELAMATAN NELAYAN

Tuban  – Maritim.

KONFLIK horisontal di antara mereka yang saling pertahankan kepentingan, seakan jadi hal biasa. Upaya memembangun kebersamaan, seakan tak pernah terekspose di media.  Hal itu tentu berbeda dengan yang terjadi di lingkungan laut dekat Kapal Alir Muat Terapung (Floating Storage & Offloading/FSO) “Gagak Rimang” di Kecamatan Palang Kabupaten Tuban. Di lokasi pertemuan proses teknologi pengolahan gas dan minyak bumi dengan kepentingan nelayan tradisonal, sejak 2015 seperti dirilis lewat Berita Jatim, telah dilakukan kampanye keselamatan di area fasilitas kapal alir muat terapung minyak mentah dari lapangan minyak dan gas Banyu Urip Blok Cepu, proyek yang dioperatori ExxonMobil Cepu Limited (EMCL).

Read More

Terkait itu Muslih, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Tuban, jelaskan: “EMCL bersama kami dan pemerintah telah bekerjasama menyukseskan upaya ini. Fasilitas FSO “Gagak Rimang” yang ada di laut lepas, cukup menarik perhatian nelayan ketika melaut, karena banyaknya ikan di area itu. Mungkin akibat penerangan di sekitar fasilitas cukup terang hingga menarik ikan berkumpul. Hal ini yang membuat para nelayan ingin menangkap ikan di area sekitar “Gagak Rimang”. Kendati demikian, para nelaya harus tahu batasan keselamatan di area fasilitas itu”.

Guna menjaga keselamatan, Muslih sebagai penggerak organisasi telah berkonsultasi dengan Keamanan Laut Terpadu (Kamladu), Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK) Kabupaten Tuban serta EMCL. Hasil diskusi dan sosialisasi dilakukan kepada nelayan agar tahu, bahwa radius 500 meter dari fasilitas tersebut merupakan area terlarang. Di zona ini, semua jenis kapal tak diperbolehkan melintas, dan radius 1.250 meter dari zona terlarang jadi wilayah terbatas. Kapal masih boleh melintas, tanpa menurunkan sauh. Pembagian zona ini diatur Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang kenavigasian.

Muslih menambahkan, untuk memperjelas batas zona tersebut, dengan dukungan EMCL, pihaknya telah memasang tanda batas laut (buoy), agar nelayan tenang berlayar tanpa khawatir melewati batas zona aman, karena memahami peraturan tersebut dibuat untuk keselamatan bersama. Terkait hal itu, Dave A. Seta External Affairs Manager EMCL, ungkapkan, EMCL terus bersinergi dengan Pemkab Tuban melalui dinas-dinas terkait, bahwa EMCL sebagai Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) pemerintah di bawah pengawasan SKK Migas, memiliki komitmen berkontribusi meningkatan taraf hidup masyarakat Tuban. Ujar Dave: “Kami mengapresiasi semua dukungan masyarakat selama ini, hingga operasi berjalan aman dan efisien”.

Pipa minyak 72 km dari Lapangan migas Banyu Urip Bojonegoro hingga tepi pantai, melewati 32 desa dari 7 kecamatan di Kabupaten Tuban. Ditambah pipa bawah laut 23 km hingga ke menara tambat fasilitas FSO “Gagak Rimang”.  Menurut Dave keselamatan merupakan nilai yang dijunjung tinggi EMCL dalam jalankan operasinya dengan berusaha keras menjaga keselamatan bagi pekerja, masyarakat sekitar, dan lingkungan.

Guna tingkatkan taraf hidup masyarakat nelayan, EMCL prakarsai berbagai program di bidang pendidikan, kesehatan, dan pengembangan ekonomi. Atas persetujuan SKK Migas dan dukungan mitra Blok Cepu: Pertamina EP Cepu dan Badan Kerjasama PI Blok Cepu EMCL membangun fasilitas tambat labuh di Glodok dan Karangagung Kecamatan Palang, dirikan pos jaga nelayan di depan TPI Karangagung, beri bantuan 112 terumbu karang, alat tangkap ikan kepada para nelayan, program peningkatan pencaharian serta program pemberdayaan istri nelayan di Glodok, Leran Kulon, dan Desa Karangagung.

Untuk mengalirkan minyak yang diproses dari Fasilitas Pusat Pengolahan (Central Processing Facility / CPF) menuju Pantai Palang, Tuban, EMCL membangun pipa darat yang ditanam 72 km. Empat rumah katup ditempatkan di sepanjang jalur pipa berdiameter 20 inci berinsulasi. Dari Pantai Palang, pipa darat tersambung pipa bawah laut 23 km menuju menara tambat seberat 1.200 ton yang ditanam di kedalaman 33 meter. Konstruksi menara FSO yang dikaitkan dapat berputar 360 derajat, sesuai arah angin/ombak/arus laut tanpa mengganggu aliran minyak ke kapal tersebut.

Kapal FSO “Gagak Rimang” dapat menampung 1,7 juta barel minyak mentah yang dialirkan lewat pipa darat dan laut dari CPF. Kapal ini berukuran 327 meter yang bila tanpa muatan memiliki berat bersih 46.500 ton. Nama “Gagak Rimang” dipilih untuk mengambil filosofi kekuatan dan kehandalan, diresmikan Menteri ESDM pada 19 Agustus 2014. Nama itu diambil dari nama kuda legendaris milik Arya Penangsang, adipati Jipang pada abad ke XVI dengan wilayah kekuasaan meliputi Cepu, Blora, Bojonegoro dan Tuban. .***ERICK A.M..

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *