JAKARTA – MARITIM : Alarm telah dibunyikan. Kondisinya sudah di intensive care unit (ICU). Bahkan, Menko Perekonomian menilai, situasinya sudah emergency. Membanjirnya impor produk China sudah SOS.
Asosiasi Perusahaan Alat dan Mesin Pertanian Indonesia (Alsintani) meminta pemerintah untuk mempriotitaskan penggunaan produk dalam negeri dalam setiap pelaksanaan pekerjaan atau pembangunan.
Pasalnya, saat ini membanjirnya produk-produk alat dan mesin pertanian asal China sudah sangat mengkuatirkan. Bahkan, jika pemerintah tidak mampu memproteksinya, lambat laun produk alat dan mesin pertanian lokal akan terdesak dan akhirnya kehilangan pasar di negeri sendiri.
“Kami dan pemerintah saat ini sedang merancang untuk mewajibkan SNI bagi beberapa produk alat dan mesin pertanian lokal. Tujuannya untuk menahan laju impor barang serupa dari China. Namun sekarang terkendala soal akreditasi lembaga ujinya. Sedang laboratoriumnya kita sudah punya,” kata Wakil Ketua Umum Bidang Industri Alsintani, Henry Haryanto, saat bertemu di Jakarta, kemarin.
Maka dari itu, menurutnya, pihaknya sedang mengupayakan surat dari Pustan untuk penunjukan. Karena perjuangan untuk membuat SNI ini sudah lima tahun tertunda. Belum lagi soal kendala SDM di lab uji yang perlu juga dipersiapkan.
“Sekarang kita baru punya satu alat uji terakreditasi dan perlu tambahan tiga sampai empat lagi. Kenapa? Agar produsen yang mau buat SNI tidak perlu antre lebih lama. Di sisi lain, sekarang kita perlu surat keputusan dari Menteri Perindustrian untuk mewajibkan itu,” ujarnya.
Rencananya, Alsintani dan pemerintah akan mewajibkan produk alat dan mesin pertanian yang manual dan elektrik, mengingat saat ini barang impor dari China umumnya sudah banyak yang menggunakan baterai listrik.
Selama ini produk alsintan lokal memang sudah banyak yang ‘hijrah’ memakai metode elektrik ketimbang manual. Namun persoalan lain muncul, kita masih banyak membutuhkan barang impor asal China untuk alat/komponennya.
“Maka dari itu, karena kita tidak mampu menahan laju impor tersebut, beberapa perusahaan anggota Alsintani sudah melakukan PHK terhadap karyawannya sejak dua tahun lalu. Perusahaan yang sudah melakukan langkah PHK itu sekitar 30% dan terancam gulung tikar,” urainya.
Tapi yang membuat Henry bingung, di LKPP juga tidak ada pembelaan terhadap produk dalam negeri. Antara produk lokal dan produk impor diperlakukan sama. Tidak ada perbedaan dan sama-sama bisa mengikuti lelang pengadaan pemerintah.
“Memang harga barang asal China lebih murah ketimbang lokal. Tapi persyaratan untuk masuk LKPP itu lebih mudah sebagai importir ketimbang sebagai produsen,” ujar Henry.
Di tempat terpisah, Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian (IPAMP) Kemenperin, Zakiyudin, mengakui produk asal China lebih murah. Namun barangnya tidak memiliki standar.
“Maka dari itu kini sedang kita buat SNI nya. Sehingga produk alat dan mesin pertanian kita memiliki SNI,” Kata Zakiyudin.
Tercatat, saat ini pangsa pasar alsintan impor di dalam negeri mencapai 70%. Besarnya pasar yang dicaplok alsintan impor ini terjadi lantaran harga produk impor lebih murah 15 hingga 25% dari produk lokal. Perbedaan harga ini terjadi karena produk impor berasal dari bahan baku yang lebih efisien dan murah. Sedangkan produsen lokal masih sulit mencari bahan baku seperti besi, parts dan alumunium paduan. (M Raya Tuah)