KKP Minta Jaminan Ketersediaan Perangkat AIS

Kapal penangkap ikan berukuran lebih dari 60 GT harus pasang AIS
Kapal penangkap ikan berukuran lebih dari 60 GT harus pasang AIS

JAKARTA – MARITIM : Sejalan dengan terbitnya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 7/2019 tentang pemasangan dan pengaktifan sistem identifikasi otomatis bagi kapal yang berlayar di wilayah perairan Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berharap adanya kepastian ketersediaan perangkat sistem pelacakan otomatis (automatic identification system/AIS). Dengan dimulainya pemberlakuan aturan tersebut pada 20 Agustus 2019, seluruh kapal yang berlayar di wilayah perairan Indonesia wajib memiliki dan mengaktifkan AIS. Adapun di sektor perikanan, aturan ini diwajibkan bagi kapal dengan bobot 60 gross ton (GT) atau lebih.

Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No PM 7/2019, kapal-kapal  berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan Konvensi Safety of Life at Sea (Solas) wajib memasang dan mengaktifkan AIS Kelas A saat berlayar di perairan Indonesia.

Read More

Pada saat yang bersamaan kapal-kapal penumpang dan kapal-kapal barang berbendera Indonesia nonkonvensi (NCVS) berukuran minimal 35 GT, kapal yang berlayar lintas negara atau yang melakukan barter-trade atau kegiatan lain di bidang kepabeanan, serta kapal penangkap ikan berukuran paling rendah 60 GT, wajib memasang dan menyalakan AIS Kelas B ketika berlayar di perairan Indonesia.

Terkait hal itu, Zulfikar Mochtar Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, katakan: “Kalau di lingkungan kerja KKP masih ada yang belum siap, tentu kami akan komunikasikan dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut agar tidak menimbulkan dampak meresahkan bagi pelaku usaha perikanan,”

Berdasar catatan, saat ini masih terdapat sekitar 4.571 unit kapal dengan ukuran 60 GT atau lebih di Indonesia yang memerlukan perangkat AIS untuk dapat memenuhi aturan yang tertera dalam permen tersebut. Guna mempercepat pemasangan alat oleh pemilik kapal, pihaknya juga akan lakukan sosialisasi dan kesiapan atau ketersediaan alat dan teknologi serta operasional AIS di lapangan. Zulfikar juga nyatakan pihaknya mendukung penerapan peraturan ini. Sebab kendati kini sudah ada kewajiban menyalakan vehicle monitoring system (VMS) yang fungsinya hampir serupa, menurutnya, ada perbedaan antara kedua perangkat tersebut.

Kata Zulfikar pula: “Kalau fungsi antara VMS dengan AIS sama saja, tentu tidak strategis. Namun, dari koordinasi dengan Kemenhub, kami dapat penjelasan bahwa hal ini berbeda, karena penerapan AIS terkait pemantauan dan keselamatan pelayaran sesuai mandat IMO.

Dalam penilaian kami, harga satu unit perangkat AIS ini relatif tak mahal untuk kapal-kapal ikan ukuran di atas 60 GT dan dalam pemanfaatannya tak dikenakan biaya tahunan”.

Persiapan melaut oleh para nelayan

Sikap HSNI & Pelni

 Dari sisi lain, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) mengaku tidak keberatan dengan implementasi Permenhub 7 Tahun 2019.  Yusuf Solichien Ketua HNSI katakan pemasangan AIS ini tak akan membebani para nelayan, karena tak ada kewajiban membayar abonemen atau biaya bulanan seperti yang diterapkan pada penggunaan VMS. Ujarnya: “Sejauh hal itu dimaksud sebagai upaya meningkatkan keselamatan pelayaran dan kontrol terhadap kapal-kapal yang berlayar di wilayah laut Indonesia, itu bagus. Saya kira tak akan memberatkan. karena pemakai peralatan itu tak harus bayar abonemen. Tidak seperti pemakaian VMS, yang mengharuskan pemilik kapal membayar pulsa tiap bulan atau tiap tahun”.

Dengan berlakunya Permenhub Nomor 7 Tahun 2019, Ketua HSNI tak berkomentar, ketika diminta konfirmasi apakah agar seluruh kapal dapat memasang dan mengaktifkan AIS, para pemilik kapal perlu perpanjangan waktu.

Salah satu kapal Pelni yang sudah dilengkapi AIS

Sementara itu, para petinggi PT Pelni tak merasa perlu harus khawatir terhadap dampak yang timbul dari pemberlakuan Kepmenhub No.7 Tahun 2019. Sebab BUMN pelayaran tersebut tedah memasang perangkat AIS pada 26 kapal penumpang sejak 2010. Achmad Sujadi, Manajer Komunikasi, Kelembagaan, dan CSR PT Pelni (Persero) mengatakan AIS dipasang tak lama setelah Peraturan Pemerintah No 5/2010 tentang Kenavigasian terbit.

Jelas Sujadi dalam diskusi bertema ‘Menilik Kesiapan Penerapan AIS’, Selasa (6/8/2019) lalu: “Bagi Pelni, AIS menjadi alat bantu navigasi yang diperlukan oleh para nakhoda kapal guna menginformasikan kedatangan kapal di pelabuhan tujuan. Kami menilai alat tersebut sangat bermanfaat bagi kapal-kapal Pelni, hingga dengan terbitnya Permenhub PM 7/2019, kami sudah relevan karena semua kapal kami sudah dipasangi AIS”.

Menyusul pemasangan AIS di kapal penumpang, Pelni juga akan segera memasang AIS pada 52 kapal perintis yang pengoperasiannya ditugaskan Kemenhub kepada perseroan. Dengan begitu, kata Sujadi, Pelni tidak khawatir akan sanksi PM 7. Rencana serupa akan diterapkan pula pada 9 kapal barang yang dioperasikan perusahaan. Imbuh Sujadi pula: “Secara teknis internal kami membutuhkan. Tetapi sebagai syarat peraturan kementerian, kami akan terapkan secara bertahap”. (Erick Arhadita)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *