Tekan Impor, BBPK Teliti Kemasan Aseptik Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kertas

Plh BBPK Heronimus Judi Tjahjono bersama staf tengah meninjau laboratorium
Plh BBPK Heronimus Judi Tjahjono bersama staf tengah meninjau laboratorium

BANDUNG –  MARITIM : Balai Besar Pulp dan Kertas (BBPK), merupakan salah satu unit penelitian dan pengembangan (litbang) di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, yang saat ini tengah melakukan pemecahan masalah soal kesulitan bahan baku pada pembuatan kertas di Tanah Air. Sehingga membawa dampak tingginya impor kertas daur ulang ke dalam negeri.

“Indonesia saat ini masih perlu bahan baku impor kertas daur ulang sebanyak 4-4,5 juta ton per tahun untuk bahan baku pembuatan kertas kemasan kotak karton gelombang (KKG). Melalui penelitian ini terlihat bahwa kemasan aseptik minuman bekas, yang asalnya tidak memiliki daya jual, ternyata dapat dijadikan sebagai salah satu sumber bahan baku pembuatan kertas,” kata Plh BBPK, Heronimus Judi Tjahjono, saat berbincang-bincang bersama wartawan di Bandung, Jawa Barat, pekan lalu.

Seperti diketahui, BBPK telah berkiprah selama 50 tahun lebih, dengan tugas pokok melakukan litbang dan pelayanan bagi industri. Terutama industri pulp, kertas, derivat selulosa dan industri pendukung lainnya.

Pada Kamis (8/8) lalu, BBPK mengikuti acara ‘Bandung Riset Expo (Bandex) 2019’, yang merupakan ajang expose hasil litbang yang sudah dihasilkan oleh BBPK yang mengambil tempat di Bandung.

Pada ajang tersebut, BBPK memamerkan 5 hasil litbang yang inovatif dan aplikatif bagi dunia industri dan masyarakat luas. Meliputi penelitian bahan baku alternatif pembuatan kertas, yaitu Tandan Kosong Sawit (TKS), sebagai bahan baku pembuatan kertas serta daur ulang kemasan aseptik.

Kemudian peningkatan Mutu Kertas Kemas Baja, sebagai salah satu upaya mengurangi impor kertas kemas baja. Penelitian Produk Serat Bambu dalam rangka meningkatkan diversifikasi produk akhir bambu serta meningkatkan kualitas dan daya saing produk bambu Indonesia. Lalu penelitian lain yang tak kalah menariknya adalah pemanfaatan limbah serat untuk energi yang dapat menjadi alternatif pemecahan masalah pada industri kertas untuk bidang energi dan lingkungan.

Judi menerangkan, BBPK telah mengembangkan unit daur ulang kemasan aseptik dengan kapasitas produksi 1,5 ton pulp air dry (AD) per hari. Mesin yang digunakan antara lain mesin penguraian bahan baku yakni mesin hydrapulper, belt conveyor, mesin saringan berputar. Mesin saringan bergetar, mesin saringan bertekanan, mesin press lembaran pulp serta mesin press polyfoil (alumunium foil + plastik polyethylene).

Dari proses daur ulang ini dihasilkan 2 produk, yaitu serat sekunder dan polyfoil, dengan rendemen serat antara 30-35%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serat yang berasal dari kemasan aseptik minuman bekas menghasilkan kualitas yang setara dengan serat yang berasal dari pulp kayu. Sedangkan hasil perhitungan biaya jasa daur ulang kemasan aseptik minuman bekas ini antara Rp3.500-Rp3.800 per kg (tidak termasuk biaya pengadaan bahan baku).

Identifikasi masing-masing biaya berdasarkan kapasitas memberikan nilai IRR sebesar 35,4% dengan pay back periode selama 4 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa rancangan paket teknologi penguraian kemasan aseptik layak diusahakan sehingga dapat membuka lapangan usaha.

Penelitian TKS

Penelitian TKS, sebagai bahan baku pembuatan kertas, merupakan penelitian inovatif memanfaatkan TKS sebagai limbah perkebunan kelapa sawit. Pada awalnya, limbah TKS yang melimpah ini (sekitar 30 juta ton per tahun) menimbulkan masalah, karena dapat menimbulkan bau busuk dan terbentuknya gas.

Melalui penelitian ini TKS dijadikan sumber serat alternatif dan dikombinasikan dengan serat yang berasal dari kemasan aseptik bekas menghasilkan kertas medium dan kertas liner yang memenuhi standar spesifikasi yang ditetapkan pada SNI 8053.1:2014.

Penelitian Peningkatan Mutu Kertas Kemas Baja, merupakan pengembangan penelitian kertas kemas baja yang telah diteliti sejak 2001 dan pada 6 Juni 2007 Departemen Hukum dan HAM memberikan paten kepada BBPK dan PT Krakatau Steel dengan nomor paten : ID 0 017 490.

“Hasilnya, ternyata kertas kemas baja yang dibuat dari komponen lokal memiliki kualitas yang tidak kalah dengan impor. Bahwa pada kapasitas produksi baja lembaran dingin sebesar 50 ribu ton per bulan yang membutuhkan sekitar 62.300 m2 kertas kemas baja, maka dalam setahun dapat dihemat sebesar Rp1,8 miliar, di mana dengan penambahan bahan aditif bisa meningkatkan kualitas kertas kemas baja,” urai Judi, yang juga Kepala Bidang Sarana Riset dan Standardisasi BBPK ini.

Penelitian Produk Serat Bambu, menunjukkan bahwa serat bambu dapat digunakan sebagai bahan baku serat rayon untuk tekstil dan sebagai penguat yang efektif untuk komposit yang lebih ringan dan ramah lingkungan (biodegradable). Kelebihan lain dari serat bambu adalah sumbernya yang melimpah dan tidak diharuskan mengikuti skema Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).

Pemanfaatan limbah serat untuk energi/refused paper plastic fuel (RPF), merupakan penelitian yang sangat aplikatif di industri kertas dan dapat digunakan sebagai solusi alternatif di bidang energi dan lingkungan. Di mana hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kalori dari RPF lebih tinggi dibandingkan batu bara.

Penggunaan RPF juga dapat mencegah terbentuknya slagging dan fouling yang dapat menimbulkan masalah pada boiler. Selain itu substitusi batu bara dengan 10% penggunaan RPF dapat menurunkan gas rumah kaca (GRK) sampai 9%. (Muhammad Raya)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *