JAKARTA-MARITIM: Pemerintah Indonesia dan pemerintah Taiwan berhasil menyepakati biaya penempatan PMI (Pekerja Migran Indonesia) yang dikirim ke Taiwan. Dalam pembahasan secara virtual yang dilakukan kedua pemerintah ini, Indonesia diwakili oleh Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi.
Hasil kesepakatan ini langsung disambut positif oleh kalangan dunia usaha. “Kami sangat menyetujui kesepakatan tentang biaya penempatan PMI ke Taiwan,” kata Saeful Mashud, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pekerja Migrant Indonesia (Aspataki) di Jakarta, Jumat (9/4/2021).
Pasca pertemuan antar kedua pemerintah itu, Saeful Mashud minta pemerintah Indonesia segera membuka penempatan ke Taiwan dengan memprioritaskan 6.000 calon pekerja migan yang telah lulus seleksi dan siap berangkat namun tertunda karena Covid-19.
“Saya meminta pemerintah dapat memprioritaskan penempatan 6.000 PMI yang tertunda ini. Kemudian pemerintah hendaknya juga tidak membuat cost structure baru kepada 6.000 PMI itu karena semua dokumennya telah lengkap. Jadi tidak perlu ada lagi pertentangan biaya. Penempatan PMI itu tertunda hanya karena adanya pandemi Covid 19 ini saja,” kata Saeful.
Ia membenarkan, soal biaya penempatan telah final setelah dibahas kedua pemerintah dan Aspataki mendukung penuh hasil kesepakatan itu dan pihaknya siap melaksanakannya.
Sebelumnya, lanjut Saeful, Aspataki telah diundang pihak Teto di Jakarta dan mendapatkan penjelasan mengenai prosedur protokol kesehatan bagi PMI yang akan ditempatkan di Taiwan.
Pihak Taiwan melalui perwakilannya di Jakarta mengemukakan para PMI sebelum berangkat harus diswap dan dikarantania terlebih dahulu. Pihak Aspataki setuju dengan protokol kesehatan ini dan pihaknya akan menyewa hotel di sekitar bandara Soekarno-Hatta.
Bahkan, kata Saeful, untuk mengawal protokol kesehatan, Aspataki khusus menunjuk petugas untuk mengantar PMI ke bandara, sehingga PMI benar-benar aman, nyaman dan steril dari Covid 19.
Bebas biaya
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Indonesia bersama otoritas Taiwan tengah mengkaji dan membahas biaya penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Taiwan. Pembahasan itu dianggap penting untuk melakukan evaluasi mengenai perekrutan, penempatan dan pelindungan PMI.
Pasal 30 UU No. 18/2017 tentang Perlindungan PMI mengamanatkan, setiap PMI tidak boleh dibebani biaya penempatan. Pengaturan biaya penempatan selanjutnya diatur dalam Peraturan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) No. 9 Tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan PMI. Tujuan utama dari pengaturan pembebasan biaya penempatan ini untuk menghilangkan adanya praktik overcharge yang selama ini terjadi dan sangat merugikan PMI.
“Pada pertemuan ini, kami ingin memperoleh tanggapan dari pihak Taiwan atas penjelasan yang pernah kami sampaikan melalui BP2MI mengenai kebijakan pembebasan biaya penempatan, sekaligus mendiskusikan beberapa isu lain yang menjadi concern kedua pihak,” ungkap Sekjen Kemnaker.
Ia menyebutkan, Indonesia telah memberlakukan UU No. 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Sejak itu, terdapat perubahan yang sangat signifikan dalam tata kelola penempatan dan perlindungan PMI yang telah diatur dalam undang-undang tersebut, yang bertujuan untuk lebih memastikan terpenuhinya hak-hak pekerja migran, sehingga mereka dapat bekerja secara layak dan terlindungi dengan baik.
Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, dalam kesempatan ini memaparkan terkait beberapa komponen pembiayaan yang nantinya dapat dibebankan kepada CPMI, pihak pemberi kerja, maupun pemerintah. Komponen pembiayaan yang dimaksud di antaranya; pelatihan, pemeriksaan kesehatan, tes psikologi, paspor dan Visa, SKCK, akomodasi tiket, legalisasi PK, jasa P3MI dan jasa penempatan agency di Taiwan, serta jaminan sosial.
“Dalam perkembangan skema pembiayaan ini, kami terus berkoordinasi dan menyosialisasikan baik kepada Kementerian/Lembaga, para CPMI, Pemerintah Daerah, serta asosiasi jasa perusahaan penyalur CPMI,” tuturnya.
Sementara itu, ketua delegasi Taiwan, sekaligus Deputy Minister, Ministry of Labour Taiwan, Mr.Wang An-Pan, menuturkan bahwa pihaknya mengerti sekali terkait biaya penempatan tentu akan ada perubahan mekanisme yang akan berlanjut baik bagi para pengguna jasa PMI, ataupun bagi CPMI itu sendiri.
“Dengan itu kami bersedia untuk melakukan negosiasi maupun musyawarah lebih lanjut untuk membicarakan perubahan mekanisme ini. Kedua belah pihak perlu menyepakati terlebih dahulu atas kebijakan pembebasan biaya ini, sebelum diberlakukan,” tandasnya. (Purwanto).