Sejahterakan Masyarakat, BPJamsostek Gencar Sasar Pekerja Sektor Informal

Oleh Purwanto, Wartawan tabloidmaritim@yahoo.com

SEORANG pengemudi Ojek Online (Ojol) di Surabaya, Agung Dwi Cahyono, mengalami kecelakaan tabrak lari saat hendak mengambil orderan pelanggan. Tabrak lari yang berakibat fatal ini, Agung harus menjalani dua kali operasi di kepalanya selama 96 hari dirawat di RS Siloam Surabaya. Keluarga Agung harus membayar biaya perawatan, operasi dan pengobatan, sekitar Rp1,22 miliar.

Read More

Sebagai keluarga sederhana di Surabaya, istrinya tentu kaget mengetahui besarnya biaya yang harus dibayar. Namun, dengan memiliki kartu peserta BPJamsostek, keluarga Agung terbebas dari beban untuk membayar perawatan di RS Siloam.

BPJS Ketenagakerjaan Surabaya setelah mengecek laporan kecelakaan kerja yang menimpa Agung dan melakukan verifikasi, mendatangi RS tersebut untuk menyatakan bahwa semua biaya perawatan di RS ditanggung BPJamsostek sampai sembuh.

Agung Dwi Cahyono terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan Surabaya untuk 2 program perlindungan, yaitu JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) dan JKM (Jaminan Kematian) sejak tahun 2018 dengan besaran iuran Rp16.800 per bulan.

“Sesuai dengan amanat undang undang, untuk kejadian kecelakaan kerja ini akan diberikan layanan pengobatan dan perawatan sampai yang bersangkutan sembuh, atau pengobatan dinyatakan selesai secara medis, tanpa ada batasan biaya. Itu sudah jadi komitmen kami,” tegas Dirut BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo ketika menjenguk Agung di RS Siloam Surabaya saat itu.

Sementara itu, ahli waris mitra gojek Julius Idris menerima santunan JKK senilai Rp152,8 juta dari BPJS Ketenagakerjaan Bekasi Kota. Dengan rincian JKK Rp70 juta, JHT Rp392.590, dan Beasiswa Rp82,5 juta. Santunan diterima oleh Ernawati (istri almarhum) dan beasiswa Fajri Oktaval Abdullah (anaknya).

Julius Idris yang jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan meninggal pada 16 Maret 2022 saat sedang mengantarkan pesanan ke pelanggannya di sebuah perumahan di Kota Bekasi. Namun belum sampai lokasi pengantaran, tiba-tiba Julius pingsan hingga meninggal sebelum sampai di rumah sakit.

“Menurut dokter serangan jantung, karena almarhum memang punya riwayat darah tinggi,” ungkap Ernawati.

Seminggu setelah meninggal, Ernawati ingat bahwa suaminya terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan sejak dua tahun lalu. Ernawati lantas mengajukan klaim ke BPJS Ketenagakerjaan Cabang Bekasi Kota. Ia bersyukur santunan senilai ratusan juta rupiah cair. Dengan iuran hanya Rp16.800 per bulan, Erna menilai manfaat yang diterima sangat besar.

“Penyerahan santunan ini merupakan bentuk hadirnya negara dalam memberikan kepastian akan jaminan sosial kepada seluruh pekerja Indonesia,” kata Kepala BPJS Ketenagakerjaan Kantor Cabang Bekasi Kota Herry Subroto seusai menyerahkan santunan.

Dua peristiwa di atas merupakan contoh kasus betapa pentingnya risiko kerja yang harus dilindungi jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan, yang kini disebut BPJamsostek. Terutama Ojol yang sangat rentan kecelakaan di jalan raya.

BPJS Ketenagakerjaan yang dibentuk melalui UU No.24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, melaksanakan perlindungan sosial kepada seluruh pekerja, baik di sektor formal (penerima upah) maupun sektor informal (bukan penerima upah). Saat ini BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek melaksanakan 5 program perlindungan tenaga kerja, yaitu JKK, JKM, JHT (Jaminan Hari Tua), JP (Jaminan Pensiun), dan JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan).

Kepesertaan BPJamsostek dibedakan dalam 4 jenis. Yakni Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU), Pekerja Jasa Konstruksi (Jakon), dan Pekerja Migran Indonesia (PMI).

PPU yang umumnya bekerja di perkantoran (Swasta dan BUMN/BUMD) dan industri/pabrik, wajib mengikuti ke-4 program secara bertahap, yaitu JKK, JKM, JHT, dan JP. Iuran JKK dan JKM ditanggung seluruhnya oleh pemberi kerja, sedangkan iuran JHT dan JP ditanggung bersama oleh pengusaha dan pekerja.

Pekerja BPU adalah orang yang bekerja dan memperoleh penghasilan dengan usaha mandiri, atau pekerja informal. Misalnya, pengacara, dokter, pedagang, petani, nelayan, pekerja seni, sopir angkot dan belakangan pemain sepak bola. Peserta kategori ini (BPU) hanya mengikuti 2 program (JKK dan JKM), tapi kalau mampu bisa ikut JHT. Seluruh iurannya ditanggung peserta sendiri.

Pekerja jasa konstruksi (Jakon) yang melayani jasa konsultasi, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pekerjaan konstruksi, umumnya pekerja dengan kontrak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pekerja harian lepas, dan pekerja borongan yang terlibat dalam proyek APBN/APBD, swasta atau perorangan.

Pekerja Jakon hanya bisa mengikuti 2 program, yaitu JKK dan JKM. Iurannya dibayar seluruhnya oleh kontraktor. Peserta Jakon sudah meluas karena didukung Surat Keputusan Gubernur yang mewajibkan seluruh pekerja proyek ikut Jamsostek.

Pekerja migran mencakup WNI yang akan, sedang, atau telah bekerja di luar negeri. Pekerja/calon pekerja migran wajib mengikuti 2 program perlindungan, yaitu JKK dan JKM, tapi boleh menambah program JHT secara sukarela.

Iuran pekerja migran Rp370.000 dibayar sebelum berangkat ke negara tujuan dan akan mendapatkan manfaat JKK dan JKM untuk 31 bulan. Untuk memperpanjang manfaat, mereka cukup membayar Rp13.500 per bulan. Jika ingin mengikuti program JHT, iuran per bulan antara Rp105.000-Rp600.000.

Untuk program JKP diatur oleh UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai dasar hukumnya, dan BPJamsostek ditunjuk menjadi badan penyelenggaranya.

Berdasarkan PP No. 37 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program JKP, peserta eksisting BPJamsostek pekerja penerima upah (PPU) otomatis terdaftar dalam program JKP. Syaratnya, pemberi kerja atau badan usaha skala besar dan menengah telah mendaftarkan seluruh pekerjanya pada program JKK, JHT, JKM, JP, plus Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan. Untuk PPU yang bekerja pada badan usaha skala kecil dan mikro harus terdaftar pada program JKK, JHT, JKM dan JKN.

Program JKP memiliki 3 manfaat, yakni uang tunai, akses informasi lowongan kerja, dan pelatihan kerja. Uang tunai diberikan selama 6 bulan dengan ketentuan 3 bulan pertama diberikan sebesar 45% dari upah yang dilaporkan. Untuk 3 bulan selanjutnya diberikan sebesar 25% dari upah. Uang tunai ini diberikan oleh BPJamsostek, tapi perusahaan tetap wajib membayar uang pesangon dan hak-hak pekerja lainnya seperti yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

Sedang manfaat akses informasi lowongan kerja dan pelatihan kerja diselenggarakan oleh Kemnaker. Hadirnya program JKP dengan manfaat tersebut dipastikan tanpa ada biaya atau iuran tambahan.

Program JKP berlaku efektif mulai 1 Februari 2022, dan sejak itu pula pekerja yang terkena PHK banyak yang mencairkan klaim JKP, mengakses informasi lowongan kerja dan mengikuti pelatihan untuk mendapatkan pekerjaan kembali.

“Khusus di DKI Jakarta, sampai 4 Oktober 2022 BPJamsostek Wilayah DKI telah membayar klaim JKP untuk 395.866 kasus sebesar Rp6,9 triliun,” kata Asisten Deputi Direktur BPJS Ketenagakerjaan Wilayah DKI Jakarta Zayn Setiadi.

Untuk program Jaminan Pensiun (JP) pesertanya adalah pekerja yang terdaftar di BPJamsotek dengan membayar iuran sebesar 3% dari upahnya sebulan. Iuran 2% ditanggung oleh perusahaan/pemberi kerja, dan 1% ditanggung oleh pekerja.

Data BPJamsostek menyebutkan, aset program JP telah mencapai Rp119,29 triliun per Juni 2022. Iuran pada semester I/2022 mencapai Rp11,91 triliun dan pembayaran manfaat senilai Rp389,84 miliar. Artinya, rasio klaimnya sekitar 3,11 persen dengan ketahanan dana hingga 2069.

Berdasarkan PP No. 45 Tahun 2015 tentang program JP, mulai 1 Januari 2022 usia pensiun adalah 58 tahun dan mulai Maret 2022 batasan upah tertinggi menjadi Rp9.077.660..

Sampai Agustus 2022, peserta BPJamsostek di seluruh Indonesia tercatat 54,4 juta pekerja. Terdiri dari sekitar 64,02% peserta aktif dan 35,98% peserta non aktif. Sedangkan pekerja sektor informal atau bukan penerima upah (BPU) tercatat sekitar 4,6 juta.

Angka 54,4 juta peserta itu masih kecil dibanding jumlah penduduk Indonesia yang bekerja 135,61 juta orang. Dari angka tersebut 60% di antaranya bekerja di sektor informal, namun kepesertaan di BPJamsostek masih rendah, baru 4,6 juta.

Rendahnya kepesertaaan itu karena masih kurangnya pemahaman pekerja BPU akan pentingnya perlindungan jaminan sosial tenaga kerja. Mayoritas beranggapan bahwa kepesertaan di BPJamsostek hanya untuk pekerja formal, seperti pekerja kantoran, industri atau buruh pabrik.

Di wilayah DKI Jakarta, data BPJS Ketenagakerjaan sampai 4 Oktober 2022 mencatat ada 571.457 peserta BPU aktif dari total 1,8 juta pekerja informal yang tercatat di wilayah DKI. Jumlah itu akan terus ditingkatkan sampai mencapai target 912.000 peserta hingga akhir 2022. Bahkan ditargetkan 65% pekerja informal di DKI akan terdaftar sebagai peserta BPJamsostek pada 2026.

Kepesertaan di Jateng juga masih rendah. Baru 482.386 pekerja informal yang terlindungi program Jamsostek. Dibanding jumlah pekerja informal di Jateng yang mencapai 5.756.340 orang, yang ikut program Jamsostek baru 8,38%.

 Karena itu, Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan bertekad untuk menggenjot kepesertaan dan menargetkan peserta aktif pada tahun 2026 mencapai 70 juta peserta. Baik untuk pekerja formal maupun informal.

“Untuk dapat memenuhi target tersebut, BPJamsostek sedang mengalihkan fokus pada pekerja informal, atau Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Target untuk peserta BPU 25% dari target kepesertaan 70 juta pekerja,” kata Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, Zainudin.

Sebelumnya, peningkatan peserta Jamsostek difokuskan pada perusahaan besar dan menengah. Sekarang, fokus dialihkan ke pekerja nonformal, seperti UMKM, guru honorer, pedagang, tukang ojek, maupun pegawai non ASN di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota.

Dalam upaya meningkatkan kepesertaan pekerja formal, BP Jamsostek perlu melibatkan Pengawas Ketenagakerjaan untuk ikut mengawasi kepatuhan perusahaan. Terbatasnya pegawai Pengawas Ketenagakerjaan tentunya tidak menyurutkan pengawasan yang justru perlu digencarkan. Sanksi tegas harus diterapkan kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran. Ini akan menjadi shock therapy bagi perusahaan lainnya yang akan melakukan pelanggaran.

Mengenai rendahnya kepesertaan pekerja BPU, selain kurangya pemahaman juga karena mereka menganggap iurannya tinggi. Padahal, pekerja BPU cuma membayar Rp16.800 sebulan untuk 2 program, yaitu JKK dan JKM, tapi manfaatnya sangat besar. Jika ingin ikut program JHT hanya menambah iuran Rp20.000, sehingga untuk ikut 3 program (JKK, JKM dan JHT), pekerja BPU hanya membayar iuran Rp36.800 per bulan.

Masing-masing program memiliki manfaat yang beragam. Mulai dari perawatan di RS tanpa batas biaya jika terjadi risiko kecelakaan kerja, santunan kematian sebesar Rp42 juta dan beasiswa untuk 2 anak dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, serta tabungan yang dapat dimanfaatkan ketika memasuki hari tua.

Masih banyak pekerja informal yang perlu diikutsertakan dalam program Jamsostek. Seperti pegawai/guru honorer, tenaga kerja mandiri, petugas kebersihan, satpam di komplek perumahan, marbot masjid, aparat pemerintahan desa, tukang bangunan, bengkel mobil/motor yang makin menjamur dan lain sebagainya.

Pada prinsipnya, setiap WN Indonesia berhak atas jaminan sosial dan negara wajib mengembangkan sistem jaminan sosial untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat, sehingga dapat memberdayakan masyarakat, terutama masyarakat yang rentan miskin dan tidak mampu. Jaminan sosial yang diselenggarakan BPJamsostek selama ini memang merupakan hak dasar pekerja, tapi belum semua masyarakat yang berpenghasilan mendapat perlindungan sosial.

Untuk itu, BPJamsostek perlu terus menggencarkan sosialisasi pentingnya perlindungan sosial, terutama di kalangan pekerja sektor informal yang hingga kini belum terjangkau. Para stakeholder, tokoh masyarakat, organisasi, paguyuban atau komunitas masyarakat lainnya perlu peduli dan membantu, sehingga kepesertaan di sektor informal makin meluas.

Untuk menanggulangi risiko kerja yang tidak menentu, semua pekerja harus dilindungi jaminan sosial. Karena itu, sangat tepat BPJamsostek yang telah meluncurkan strategi komunikasi baru dengan mengusung tema “Kerja Keras Bebas Cemas”. Artinya, semua pekerja formal maupun informal bebas bekerja keras tak perlu takut atau cemas memikirkan risiko yang tidak menentu (sakit, kecelakaan kerja, meninggal), karena semuanya dijamin mendapat perlindungan sosial melalui BPJamsostek.

Dalam perlindungan kepada seluruh pekerja, negara hadir melalui BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek. Hadirnya negara melalui program jamsos ini sangat membantu masyarakat yang terkena musibah sakit, kecelakaan atau meninggal. Dengan demikian, BPJamsostek sekaligus juga sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di tengah kondisi ekonomi yang mulai bangkit kembali pasca pandemi Covid-19.

Peningkatan kesejahteraan masyarakat ini juga diharapkan dapat menjawab kekhawatiran terjadinya resesi ekonomi global, krisis energi dan krisis keuangan yang mencuat belakangan ini. Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan seluruh pejabat di pusat dan daerah untuk mengantisipasi kondisi global tersebut agar kekhawatiran krisis ekonomi, energi dan keuangan tidak terjadi di Indonesia. Semoga.***

 

Related posts