JAKARTA – MARITIM : Menurut penilaian lembaga independen bidang logistik, Supply Chain Indonesia (SCI) pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan di Indonesia akan menghadapi sejumlah tantangan, terutama dari sisi konektivitas antarmoda dan multimoda. Setijadi, Chairman SCI mengatakan bahwa konektivitas antarmoda dan multimoda di Indonesia, masih terkendala pada simpul-simpul transportasi seperti pelabuhan, bandara, dan terminal barang. Ungkap Setijadi: “Karenanya, segera diperlukan perbaikan dan pengembangan infrastruktur seperti dermaga pelabuhan berikut peralatan bongkar muatnya”.
Selain masalah pada simpul transportasi, inefisiensi juga menjadi tantangan lain karena masalah muatan balik. Ketidakseimbangan muatan ini terjadi terutama karena terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan antarwilayah yang dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Berdasar analisis SCI terhadap data Badan Pusat Statistik (BPS), P. Jawa masih mendominasi dengan kontribusi terhadap PDB pada 2018 sebesar 58,48%; diikuti oleh Sumatera sebesar 21,58%. Sementara itu, kontribusi wilayah lain juga masih kecil, antara lain Kalimantan (8,20%), Sulawesi (6,22%), Bali dan Nusa Tenggara (3,05%), dan Papua (2,47%). Ujar Setijadi:
“Solusi jangka pendek untuk keluar dari persoalan tersebut, berupa pengembangan sistem informasi muatan. Untuk itu diperlukan aplikasi yang mempertemukan informasi muatan dan ketersediaan sarana pengangkutan”.
Selanutnya dikatakan bvahwa solusi jangka panjang berupa peningkatan muatan balik dengan pengembangan komoditas dan produk lokal melalui industrialisasi. Jelasnya: “Pemerintah harus melakukan pengembangan wilayah dengan menerapkan paradigma ‘ship promotes the trade‘. Untuk wilayah yang sudah berkembang, pada saat ini masih dapat digunakan paradigma ship follows the trade“.
Lebih lanjut Setijadi mengatakan bahwa infrastruktur seperti pelabuhan dan jalan raya harus dikembangkan berdasar analisis potensi dan rencana pengembangan komoditas dan produk wilayah. SCI melihat upaya pembangunan infrastruktur dan konektivitas yang dilakukan saat ini, yang menggunakan konsep yang dikembangkan Presiden Jokowi pada periode pertama, sudah mulai memberi hasil yang diindikasikan dengan pertumbuhan PDB wilayah.
Dicontohkan, walaupun distribusi terhadap PDB terendah, tingkat pertumbuhan kontribusi wilayah Papua, justru tertinggi yaitu 6,99%. Karena itu, menurut Setijadi SCI merekomendasi pembangunan infrastruktur yang tidak harus berorientasi terhadap output, seperti jumlah pelabuhan/bandara, panjang jalan, dan sebagainya. Terangnya: “Orientasi pembangunan tersebut, harus mengarah terhadap outcome, untuk pelabuhan, misalnya jumlah petikemas atau volume barang yang ditangani. Lebih dari itu, indikator keberhasilan berupa impact, seperti tingkat pertumbuhan industri dan ekonomi wilayah setempat harus menjadi acuan pembangunan infrastruktur tersebut, bukan sekedar membangun. (Erick Arhadita)