Jakarta, Maritim
Unjuk rasa belakangan ini kerap dilakukan pekerja dalam menuntut upah, perlindungan, jaminan sosial, dan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Unjuk rasa terjadi karena tidak tercapainya kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.
Di sinilah sikap proaktif mediator hubungan industrial mengambil peranan penting dalam mewujudkan hubungan industrial yang harmonis. Semua mediator hubungan industrial harus mempunyai tekad bahwa tugas utamanya adalah tercapainya hubungan industrial yang harmonis antara pengusaha dan pekerja.
Hal ini ditegaskan Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (Ditjen PHI dan Jamsos), Ending Khaerudin, pada pembukaan rangkaian kegiatan Ditjen PHI dan Jamsos di Yogyakarta, kemarin.
Dikatakan, perangkat pemerintah yang mempunyai peran penting untuk menjaga kondisi hubungan industrial yang kondusif adalah mediator hubungan industrial. Mediator harus lebih proaktif dalam menangani unjuk rasa, tanpa menunggu surat tugas dari pimpinan, atau pelaporan ke Dinas Tenaga Kerja setempat.
Menurut Endin, kalangan buruh melihat upah sebagai sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup, sementara pengusaha melihatnya sebagai salah satu biaya produksi. Dari kepentingan yang berbeda ini, pemahaman utuh mengenai sistem pengupahan yang tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan beserta turunannya, sangat diperlukan untuk memperoleh kesatuan pengertian antara buruh dan pengusaha.
“Penyebarluasan peraturan tentang pengupahan perlu terus dilakukan agar dapat dipahami dengan benar di kalangan buruh dan pengusaha,” kata Endin yang mewakili Dirjen PHI dan Jamsos Haiyani Rumondang.
Untuk itu, diperlukan peran aktif pemerintah, termasuk mediator, untuk melayani, mengawasi, dan menindak pelanggaran peraturan ketenagakerjaan.
Dalam rangkaian kegiatan Ditjen PHI dan Jamsos di Yogyakarta, diadakan pula bimbingan teknis sistem pelaporan bidang hubungan industrial dan jamsos tingkat regional wilayah barat. Tujuannya untuk menyamakan pemahaman mengenai sistem pelaporan bagi para petugas penyusun laporan pusat dan daerah.
Kegiatan ini diikuti oleh 50 peserta, terdiri dari petugas penyusun laporan dari bidang hubungan industrial dan jamsos, Dinas Tenaga Kerja dari 17 provinsi, serta petugas penyusun laporan dari satuan kerja di pusat.**Purwanto.