JAKARTA, MARITIM : Usaha keagenan kapal asing di Indonesia cukup berperan dalam mendukung kelancaran pelayanan kapal dan barang di pelabuhan. UU Cipta Kerja No 11/2020 sektor Pelayaran dalam pasal 31 menyebutkan, untuk kelancaran kegiatan angkutan di perairan dapat diselenggarakan usaha jasa terkait yang antara lain adalah usaha jasa keagenan kapal. Hal ini juga tertuang dalam UU Pelayaran No.17/2008, sehingga Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 11 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Keagenan Kapal, dan diperbaharui menjadi PM 65 tahun 2019.
Oleh sebab itu, Pemerintah RI melalui Kemenhub telah menerbitkan regulasi bahwa usaha keagenan kapal wajib mengantongi Surat Izin Usaha Perusahaan Keagenan Kapal (SIUPKK).
“Bahwa SIUPKK adalah perintah UU (Pelayaran) dan telah diatur melalui PP nya berdasarkan kajian yang matang. Karenanya sebagai bagian dari pelaku bisnis tersebut harus menjalankan UU itu,” ujar Ketua Umum DPP Indonesia Shipping Agency Association (ISAA) Juswandi Kristanto, melalui keterangan pers-nya pada Jumat (5/2/2021).
Juswandi menegaskan, bahwa peran keagenen kapal anggota ISAA yang mengantongi SIUPKK justru untuk memperkuat sinergi dan keberadaan perusahaan pelayaran yang bernaung di Indonesia National Shippowners Association (INSA).
Menurutnya, ada beberapa alasan agar usaha keagenen kapal anggota ISAA harus mengantongi SIUPKK.
Pertama, supaya perusahaan pelayaran anggota INSA yang mengantongi SIUPAL (Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut) dapat lebih fokus pada bisnis intinya sebagai pengangkut agar mampu bukan hanya berjaya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri.
Dengan demikian, kata Juswandi, pemegang SIUPAL (perusahaan pelayaran) tidak perlu risau dengan keberadaan SIUPKK. Justru mereka harus meningkatkan market sharenya keluar negeri.
Kedua, sebagai pengguna jasa punya opsi dengan adanya usaha keagenan kapal asing pemegang SIUPKK. Disisi lain pemegang SIUPAL bisa melakukan kegiatan keagenan kapal asing dan hal ini bisa menjadi opsi bagi pengguna jasa keagenan kapal.
Ketiga, langkah joint venture usaha pelayaran nasional dengan asing seharusnya bisa memajukan dan mendorong pertumbuhan pelayaran nasional serta menambah/memperkuat armada nasional.
Keempat, mencari muatan adalah tugas pokok dari usaha pelayaran untuk kapal-kapalnya untuk memajukan usahanya.
Sebab, term perdagangan global tidak bisa ditentukan dari dalam negeri karena saat kita impor menggunakan term C&F (Cost and Freight) sedangkan ekspor menggunakan term free on board (FOB). Belum lagi, yang menyangkut soal pajak-pajak (tax).
Kelima, upaya meniadakan hadirnya usaha jasa terkait dimana salah satu didalamnya adalah jasa keagenan adalah langkah mundur karena itu diamanahkan dalam UU 17/2008 dan PP 20/2010 dengan tujuan agar SIUPAL lebih fokus ke bidang usaha inti pengangkut dan owner.
Juswandi mengatakan, akan menjadi tidak tercapai tujuan pemerintah dalam memperkuat armada nasional untuk menguasai angkutan ekpor kalau SIUPAL tidak serius mempertajam kompetensinya.
“Kompetensi yang kuat hanya bisa diraih dengan fokus dan profesional di bidangnya,” ujarnya.
Menyangkut soal permodalan, imbuhnya, pemegang SIUPKK telah mengacu pada PM 24 tahun 2017 sesuai dengan kebutuhan usahanya yakni menghandle keagenan kapal,” tegas Juswandi.
Juswandi juga mengatakan, di era digitalisasi saat ini pengembangan bidang keagenan kapal harus disertai pemanfaatan teknologi agar hasilnya menjadi lebih baik dan memiliki nilai competitiveness yang mampu bersaing di level Internasional. (Hbb)