IMLOW dukung TNI AL Berantas Ilegal Anchoring  Kapal Asing di Teritorial RI

Sekjen IMLOW, Achmad Ridwan Tentowi

JAKARTA – Indonesia Maritime, Logistics and Transportation Watch (IMLOW) mendukung upaya  penegakan hukum oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) kepada kapal-kapal asing yang melakukan ilegal anchoring di perairan teritorial RI.

Sekjen IMLOW, Achmad Ridwan Tentowi, mengatakan, apapun alasannya lego jangkar secara ilegal di teritorial Indonesia tanpa seijin otoritas RI tentunya tidak dapat dibiarkan begitu saja.

“Kami (IMLOW) sangat setuju penegakan hukum dilakukan untuk pelanggaran tersebut. Patut diduga isu “bribery” diangkat kepermukaan agar penegakan hukum di perairan teritorial kita jadi terpengaruh ,” ujar Ridwan, Rabu (17/11).

Dia menegaskan hal tersebut menyusul adanya tudingan terhadap TNI AL yang diduga menerima sejumlah uang saat menegakkan hukum terhadap kapal asing yang melanggar hukum di wilayah teritorial RI.

Apalagi, kata Ridwan, pihak TNI AL juga telah membantah tudingan tersebut.  “Tudingan seperti itu sengaja dilontarkan untuk mendiskreditkan TNI AL dan ingin menggangu kedaulatan RI,” ucap Ridwan.

Ridwan menegaskan, pengaturan hukum terkait atas pelanggaran memasuki wilayah teritorial ada di
UU No 6 / 1996 tentang Perairan, yang mengatur wilayah perairan Indonesia.

Adapun terkait pidana ilegal anchoring, imbuhnya, diatur melalui UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.

Disamping itu, imbuhnya, negara tetangga juga sudah ikut meratifikasi UNCLOS 1982. Kegagal pahaman mengenai aturan itu yang membedakan selat internasional dan perairan internasional.

“Oleh karenanya, isu yang ditudingkan ke TNI AL patut diduga adalah “black campaign” dari perusahaan pelayaran asing atau asuransi yang terdampak penegakan hukum dari illegal anchoring di teritorial Indonesia oleh TNI AL sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundang undangan RI,” tegas Ridwan.

Dia menjelaskan, dalam beberapa ketentuan Maritime Port Authority (MPA) telah menyatakan selain membahayakan navigasi bila berlabuh jangkar di Outside Port Limit (OPL), maka tidak menutup kemungkinan posisinya masuk teritorial RI.

Apalagi, kata dia, jika kapal-kapal yang berlabuh jangkar tersebut melakukan kegiatan bongkar muat muatan cair ship to ship (STS).

“Indikasinya adalah faktor ekonomi sebab kalau masuk lokasi STS resmi, ya kapal-kapal tersebut harus bayar pendapatan negara bukan pajak (PNBP),” papar Ridwan.

Dia mengatakan, selain itu juga akan melanggar UU Kepabeanan kalau kapal melakukan kegiatan bongkar muat didalam daerah pabean tanpa melalui kantor pabean. Sebab, kapal dari luar daerah pabean bila labuh jangkar di daerah pabean dengan persyaratan menyampaikan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP).

“Apalagi jika melakukan kegiatan bongkar muat harus menyampaikan pemberitahuan ke kantor pabean,” kata Ridwan yang juga meraih gelar doktor ilmu hukum bidang Kepelabuhanan. (*)

Related posts