JAKARTA–MARITIM : Optimisme pemerintah pada pertumbuhan sektor pariwisata, di era pemulihan ekonomi nasional (PEN), disambut antusias para pelaku bisnis hotel dan restoran karena ruang kosong seperti restoran, ballroom dan kamar hotel akan terisi pada 2022 ini. Tentu saja, tetap patuh pada aturan prokes .
Maulana Yusron, Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) berharap, upaya pemulihan ini beriringan dengan penanganan pandemi covid-19. Dengan begitu pada tahun 2022 ini, pemerintah fokus pada industry MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition).
Ini menurut Maulana Yusron, akan membantu pasar hotel dan restoran juga bisnis ikutan lainnya. Mengingat, segmen pasar Winus dari presprektif hotel dan restoran MICE lebih tinggi dibanding leasure. “Dari sisi segmen pasar Winus dari presprektif hotel dan restoran, pasar segmen MICE memberikan kontribusi 70 persen, sementara leasure, dan minat khusus dan lainnya hanya 30 persen,” ujar Yusron, dalam Diskusi virtual Urban Forum – Forum Wartawan Daerah (FORWADA), Tourism & Hospitality Outlook 2022 “New Normal Saatnya Bangkit dari Tidur Pulas”, Kamis,(20/1).
Yusron mengungkapkan, era globalisasi dan semakin eksisnya Revolusi Industri 4.0 saat ini, menjadikan prospek Industri MICE semakin berkembang. Selain itu, kegiatan MICE selalu melibatkan berbagai sektor, dan banyak pihak sehingga menimbulkan pengaruh ekonomi ganda yang menguntungkan banyak pihak.
“Industri MICE memberikan manfaat langsung kepada ekonomi masyarakat seperti percetakan, advertising, akomodasi, usaha kuliner, cinderamata, biro perjalanan wisata, transportasi, professional conference organizer (PCO), usaha kecil dan menengah (UKM), pemandu wisata dan event organizer,”ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Trisnadi Yulrisman, Direktur Keuangan dan Operasional PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), menyoroti industry homestay yang bisa menjadi penggerak perekonomian di desa wisata baik desa wisata prioritas maupun non prioritas.
Menurut Trisnadi, SMF telah melakukan inisiatif Strategis produk KPR Rumah Usaha dalam bentuk program pembiayaan homestay sejak tahun 2018 dan dalam masa inkubasi hingga sekarang, program ini masih menggunakan dana PKBL/TJSL.
“Total anggaran pembiayaan homestay mencapai 20 milyar dengan realisasi hingga 2021 mencapai 7.747 milyar dengan total debitur 96,” jelasnya.
Kehadiran SMF dalam pembiayaan homestay , lanjutnya, merupakan upaya pemerintah mendorong pertumbuhan usaha sesuai dengan rencana pengembangan bisnis, membantu kelancaran arus kas usaha sesuai dengan perkembangan arus kas bisnis, membantu terhindar dari jeratan pinjaman dengan bunga tidak wajar dan mewujudkan kemandirian usaha.
“Saat kami tengah mengembangkan penyaluran pembiayaan homestay melalui mitra, seperti pihak Pemda setempat dan juga BPR,” tambahnya.
Sementara Danny Januar Ismawan, Direktur Layanan Masyarakat dan Pemerintah Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Kominfo mengatakan, pengembangan jaringan telekomunikasi menjadi momen tersendiri bagi indsutri pariwisata yang mulai bangkit. Menurutya, kehadiran teknologi di satu tempat bisa mendorong tumbuhnya pariwisata local.
“Adanya jaringan telekomunikasi di satu lokasi, membuat aktifitas priwisata bisa hadir di lokasi itu. misalnya dengan adanya jaringan, seseorang bisa mengambil foto untuk Instagram di lokasi,” tuturnya.
Saat ini lanjutnya, Bakti Kominfo telah membangun Base Transceiver Station (BTS) di destinasi wisata prioritas antara lain di Labuan Bajo. Hingga saat ini terdapat 36 BTS eksisting, sementara 24 lokasi lainnya masih dalam proses pembangunan.Sedangkan untuk kawasan wisatas super prioritas di Kanupaten Lombok Tengah, menurut Danny, akses internet BAKTI Kominfo terdapat di 74 lokasi, sementara rencana penambahan ada di 42 lokasi.
Sementara, Yuwono Imanto, Direktur PT Propan Raya ICC mengungkapkan, selaku produsen cat, selama ini pihaknya telah bekerja sama dengan kemanparekraf dalam upaya turut membantu membangun industry pariwisata.
“Kita sering melakukan kegiatan CSR seperti ajang udian desain terbaik, membangun Kawasan kumuh, dan kawasan heritage bekerjasama dengan Kemenparekraf,” ungkapnya.
Menurut Yuwono, produk cat Propan tidak hanya menyasar hotel berbitang, namun juga industry homestay dengan memproduksi cat yang dengan harga terjangkau namun berkwalitas eksport.
“Produk kita mamang banyak dipakai di hotel berbintang baik di dalam maupun luar negeri, namun kami juga memproduksi cat untuk rumah subsidi, dan juga untuk homestay sebagai wujud dukungan kepada industry pariwisata,” akunya.
Yuwono juga mengkritik, adanya pelaku usaha pariwisata yang melakukan inovasi namun justru menghilangkan karakter jati diri bangsa Indonesia. Menurutnya, sudah selayaknya sebagai orang Indonesia harus bangga dengan jatidirinya.
“Inovasi di dunia pariwisata jangan meninggalkan DNA kita, disini kita temui resort yang menggunakan desain luar negeri, menurut saya ini tidak tepat,” katanya.
Begitu juga kata Yuhan Subrata, pengelola Hutan Organik Megamendung, Bogor, wisata hutan organik sempat mati suri diawal pandemi, namun sejak tahun lalu, mulai bergeliat lagi. Wisata hutan organik yang dikelolanya saat ini memiliki daya tarik tersendiri bagi para wisatawan nusantara.
“Setiap harinya sakarang ada 10 sd 15 orang pengunjung yang datang, ini bagi kami ini cukup besar saat ini meski tidak sebanding saat sebelum pandemic,” jelasnya.
Yuhan berharap, wisatawan nusantara makin banyak yang mencintai dan mengunjungi lokasi wisata lokal, yang pada akhirnya akan menghidupkan perekonomian rakyat di desa wisata.
“Ayo dukung wisata lokal, jadikan masyarakat lokal jadi tuan rumah di negeri sendiri,” pungkasnya. ( Rabiatun)