Jakarta, Maritim
Institut Otomotif Indonesia (IOI) mengusulkan beberapa skenario yang bisa digunakan oleh pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). Sehingga target untuk menghindari perubahan iklim yang berbahaya dapat dicapai.
Di sisi lain, pemerintah didesak perlu segera mempercepat penerapan standar emisi kendaraan bermotor, agar sektor transportasi di Indonesia visa berkontribusi dalam meneken penurunan efek GRK (CO2).
Demikian kesimpulan saat Focus Group Discussion (FGD) ‘Perumusan Peta Jalan Industri Kendaraan dikaitkan dengan Kebijakan Energi Nasional dan Target Penurunan Gas Rumah Kaca (CO2), di Jakarta, kemarin.
Menurut Presiden IOI, I Made Dana Tangkas, sejak tahun lalu pihaknya bersama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah melakukan inisiasi untuk melakukan kajian pengembangan Peta Jalan Industri Alat Transportasi Darat, khususnya otomotif. Di mana pengurangan emisinya sampai pada 2030 akan tercapai sebesar 29%. Yang mana itu sesuai dengan komitmen pemerintah sendiri atau sebesar 41% melalui bantuan asing.
Namun untuk mencapai ke arah sana, sambung Made, ada beberapa skenario yang perlu dilakukan. Yakni mengembangkan bahan bakar alternatif, promosi kendaraan hemat energi dan opsi lainnya.
Sedangkan untuk memudahkan identifikasi sumber emisi GRK perlu dilakukan klasifikasi kendaraan. Yang mana hal itu dapat dilakukan dengan berdasarkan usia dan jenis kendaraannya.
Sementara Dirjen Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, I Gusti Putu Suryawirawan, mengatakan ketika standar itu ditetapkan industri tetap tumbuh. Termasuk investasi dan penyerapan tenaga kerjanya.
Karena pemerintah tidak menghendaki aturan itu diterapkan, tapi industri tidak mampu dan akhirnya mati,
“Masih ada 13 tahun untuk benar-benar menerapkan rencana penurunan emisi karbon hingga 29% pada 2030. Untuk itu, industri agar berkomitmen untuk memproduksi kendaraan yang ramah lingkungan. Karena pemerintah pasti akan mendukung itu dengan mengeluarkan insentif,” janji Putu.
Di tempat sama, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin, menjelaskan untuk menekan emisi GRK, pemerintah perlu memberikan insentif. Selain memiliki kebijakan transportasi yang bersifat holistik, komprehensif dan tidak membebankan hanya ke satu sektor atau kebijakan.
“Upgrade tidak hanya dilakukan dalam bidang teknologi terkait bahan bakar dan transportasi ramah lingkungan, tapi juga mencakup strategi manajemen mobilitas, yaitu bagaimana perpindahan orang dan barang dapat seefisien mungkin,” ungkapnya.
Untuk itu, antar kementerian dan lembaga serta stakeholders duduk bersama agar kebijakan yang diambil dapat tepat sasaran.
Kini, Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sudah menyiapkan berbagai rencana untuk menekan emisi GRK. Di antaranya dengan memanfaatkan teknologi intelligent transport system (ITS) untuk kelancaran lalu lintas dan penerapan pengendalian dampak lalu lintas di jalan nasional. Kemudian menerapkan manajemen parkir di jalan nasional dan mendorong pengembangan bus rapid transit. (M Raya Tuah)