EKSPOR UDANG TETAP MENJANJIKAN

Semarang, Maritim

DISEBABKAN rendahnya produksi dibanding permintaan pasar, diprediksi harga udang dunia akan tetap berada di kisaran US$6/kg. Shrimp Club Indonesia (SCI) mencatat harga udang di unit pengolahan, bergerak ke US$6/kg setelah Maret 2017. Bahkan harga hampir ke kisaran US$7/kg pada Oktober tahun lalu. Berdasar kurs Rp13.500 per dolar AS tahun lalu, harga udang dunia berada pada kisaran Rp81.000/ kg.

Read More

Menurut SCI, produksi udang budidaya di Asia turun dari 3,8 juta ton pada 2011 ke 2,8 juta ton pada 2017. Ditambah panen Amerika Latin 1 juta ton, produksi udang budidaya dunia tercatat 3,8 juta ton. Penurunan juga terjadi pada produksi udang tangkap (sea catch) dari 2,2 juta ton pada 2011 menjadi 1,7 juta ton pada 2017.

Dengan demikian, total produksi udang dunia, dari akuakultur maupun tangkap, turun dari hampir 6 juta ton jadi 5,5 juta ton. Sementara, konsumsi udang dunia 2011 sebanyak 6 juta ton. Jika konsumsi tumbuh 2%/tahun, maka permintaan udang 2017 mencapai 6,9 juta ton. Permintaan melebihi produksi sehingga harga udang ukuran 50 diprediksi sekitar US$6/kg

Dalam 6 tahun terakhir, peta produksi udang dunia mengalami perubahan. India berhasil menyalip negara-negara Asia Tenggara ke posisi produsen udang terbesar kedua di Asia setelah Tiongkok. Mengacu data FAO dan GOAL 2011, India di tahun 2011 masih tempati urutan ke-5 produsen udang terbesar di Asia, dengan produksi di bawah 200.000 ton per tahun. Indonesia hanya berada setingkat di atasnya. Bila ditarik ke skala lebih luas, India dan Bangladesh tahun itu berada di urutan ke-4, setelah Asia Tenggara, Tiongkok dan AS.

Namun, posisi itu bergeser pada 2017. Berdasar estimasi Mr. Dhilips & Friend yang dikutip SCI, India dengan produksi 430.000-620.000 ton melesat ke urutan kedua. Negeri Anak Benua itu menyalip Vietnam, Thailand, dan Indonesia. Hanya Tiongkok yang pertahankan posisi, walaupun produksinya turun dari semula di atas 1,2 juta ton pada 2011 (FAO 2010 dan GOAL 2011) menjadi 550.000-700.000 ton 6 tahun kemudian. FAO mencatat, produksi udang India yang sepanjang 2006-2010 turun 6,1%, berbalik naik 14,9% selama 2010-2014. Sebaliknya budidaya udang Tiongkok, meskipun tetap jadi jawara di Asia, turun 1,2% pada 2010-2014 setelah naik 7,6% selama 2006-2010.

Khusus Indonesia, produksi udang budidaya relatif stagnan selama 6 tahun terakhir. Pada 2017, mengutip estimasi Mr. Dhilips & Friend, SCI menyebut produksi udang nasional hanya berkisar 260.000-390.000 ton.

Sementara itu menurut Balai Karantina Ikan dan Pengembangan Mutu (BKIPM) Semarang, ekspor udang dan cumi-cumi masih jadi andalan Jateng, dengan ekspor udang 22% dan cumi-cumi 18,9% dari total hasil perikanan Jateng. Raden Gatot Perdana Kepala BKIPM Semarang katakan, udang dan chepalopod (cumi-cumi) masih mendominasi eskpor hasil perikanan. Ujar Gatot: “Ekspor hasil perikanan di Jateng terus mengalami kenaikan, namun karena masih dalam hitungan, belum diketahui pasti kenaikan eskpor perikanan, namun udang dan cumi masih mendominasi”.

Gatot tambahkan, total ekspor ikan ke 20 negara tujuan selama Februari mencapai 1.823 ton dengan total nilai Rp.165 miliar. Jumlah ini cukup banyak meskipun selama Februari nelayan banyak yang tak melaut akibat cuaca buruk. Amerika Serikat, Jepang dan Tiongkok masih jadi negara tujuan eskpor hasil perikanan Jateng. Kebanyakan negara tujuan eskpor memesan udang dan cumi-cumi untuk konsumsi. Sedang AS, Jepang dan Tiongkok menyukai udang dan cumi Indonesia sebagai bahan olahan makanan. ***ERICK A.M.

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *