Jakarta, Maritim
Dua kapal berbendera Singapura Wan Hai 301 dan kapal kontainer berbendera Gibaltar APL Denver mengalami tabrakan di Pelabuhan Pasir Gudang Johor Malaysia pada tanggal 3 Januari 2017. Kecelakaan tersebut menyebabkan 300 ton minyak tumpah dan menyebar hingga ke bagian barat Pulau Ubin dan Nenas di Singapura serta Pantai Nongsa di Batam.
Deputi Koordinasi Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman Arif
Havas Oegroseno mengatakan, untuk mengatasi ini pemerintah RI telah mengirimkan tim untuk melakukan investigasi di Pantai Nongsa minggu lalu.
“Kemenko Kemaritiman juga sudah berkoordinasi dengan Dirjen Perhubungan Laut, Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP), Kemenlu, dan BMKG untuk melakukan analisis tentang oil tracknya,” ujarnya usai melakukan kunjungan kerja ke kantor BMKG,
Senin (30/1/2017).
Secara khusus Deputi Havas mengatakan tujuan kunjungannya ke kantor Badan Meteorologi dan
Geofisika (BMKG) adalah untuk melihat data pemodelan arus laut sehingga dapat diketahui pola dan pergerakan tumpahan minyak di perairan.
“Ternyata mereka punya alat yang sangat sophisticated yang bisa melakukan back tracking polusi minyak,” bebernya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BMKG Andi Eka Sakya menjelaskan, alat yang dimilikinya dapat melacak peredaran tumpahan minyak hingga selang sebulan dari kejadian berdasarkan arah arus laut.
Data yang diperoleh dari BMKG itu, kata Havas, rencananya akan digunakan untuk menentukan posisi pemerintah RI kepada pemilik kapal. “Besok kita akan bicara dengan pemilik kapal di Batam lalu
kita akan lakukan operasi pembersihan polutan dengan dana yang ada di International Maritime Organization (IMO) Straits of Malacca and Singapore Trust Fund,” ujar Havas.
Dana itu, lanjutnya, merupakan dana patungan yang dikumpulkan oleh Jepang, negara pengguna Selat Karimata, termasuk RI, Singapura dan Malaysia khusus untuk menangani
navigasi dan perlindungan lingkungan di Selat Malaka.*[ Nanang SS]