‘Manning Agency’ Tak Miliki SIUPPAK Terancam Hukuman Penjara

Ketua Umum CIMA Gatot Cahyo Sudewo menyerahkan plaket kepada Kasubdit Kepelautan Hendri Ginting seusai memberikan pengarahan.
Peserta Bimtek Crew Management foto bersama Ketua Umum CIMA dan pejabat Ditkapel Ditjen Perhubungan Laut.

JAKARTA – MARITIM : Direktorat Perkapalan dan Kepelautan (Ditkapel) Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mendesak semua perusahaan pengawakan kapal segera memiliki SIUPPAK (Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal). Tanpa memiliki izin, perusahaan yang merekrut dan menempatkan pelaut di kapal terancam hukuman satu tahun penjara dan denda ratusan juta rupiah.

Terkait hal ini, Konsorsium Perusahaan Pengawakan Kapal atau CIMA (Consortium of Indonesian Manning Agencies) meminta Ditkapel Ditjen Perhubungan Laut untuk membuat surat edaran resmi agar semua perusahaan pengawakan kapal memiliki SIUPPAK). Surat edaran dinilai penting mengingat belum semua perusahaan mengantongi izin sebagai legalitas dalam melakukan perekrutan dan penempatan pelaut di kapal.

Read More

“CIMA akan membantu anggota yang belum memiliki atau sedang mengurus SIUPPAK,” kata Ketua Umum CIMA, Gatot Cahyo Sudewo, SE, M. MTr, dalam Bimtek (bimbingan teknis) Crew Management di Jakarta, Kamis (28/4/2019).

Bimtek yang diikuti 114 peserta dari perusahaan anggota/non anggota CIMA, menurut Gatot, untuk memantapkan penerapan PM (Peraturan Menteri Perhubungan) No. 84 Tahun 2013 tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal, STCW  (Standard Training Certificate and Watchkeeping)1978 Amandemen Manila 2010 dan MLC (MaritimLabour Convention) 2006.

Tujuannya,untuk memberikan pemahaman lebih mendalam terhadap legalisasi dan regulasi yang berlaku. Sehingga pengelolaanship manning agent  di Indonesia akan lebih baik dan terstandar yang diakui oleh dunia.

Hingga saat ini, pemegang SIUPPAK tercatat 118 perusahaan.  Dari jumlah ini, anggota CIMA yang memiliki SIUPPAK tercatat 47 perusahaan (40%).


Ketua Umum CIMA Gatot Cahyo Sudewo menyerahkan plaket kepada Kasubdit Kepelautan Hendri Ginting seusai memberikan pengarahan.

Untuk itu, Gatot juga minta Direktorat Perkapalan dan Kepelautan menghimbau perusahaan lainnya masuk menjadi anggota CIMA. Sehingga CIMA sebagai mitra pemerintah atau kepanjangan tangan Subdit Kepelautan akan lebih mudah dalam hal koordinasi atau menangani masalah lainnya.

Demikian juga diharapkan CIMA bisa ditunjuk sebagai Recognized Organization (RO) Ditkapel Sub Direktorat Kepelautan untuk membantu koordinasi anggota CIMA terkait dengan pelaporan semesteran & tahunan SIUPPAK. Sehingga database jumlah pelaut yang bekerja di dalam dan luar negeri bisa terdata dengan baik. Hal ini sangat diperlukan mengingat belum adanya data yang valid baik dari pemerintah atau asosiasi.

Di sisi lain, CIMA juga menyoroti pelaut mandiri yang sering bermasalah di luar negeri, karena keberadaan mereka sering tidak terkontrol oleh pemerintah maupun asosiasi.

Terkait hal ini, CIMA mengusulkan agar klausul pelaut mandiri yang tercantum dalam PM No. 84/2013 direvisi atau dikaji ulang, sehingga kasus-kasus yang menimpa pelaut mandiri dapat ditekan. Misalnya, terkait tanggung jawab perusahaan jika terjadi kecelakaan kapal, asuransi pelaut, masalah gaji, atau ulahmanning agency  di luar negeri yang nakal.

Terancam pidana

Dalam kesempatan itu, Direktur Perkapalan dan Kepelautan Ditjen Hubla, Capt. Sudiono. M. Mar mengatakan perlunya perusahaan pengawakan kapal memiliki SIUPPAK. Masalahnya, izin ini berkaitan dengan perekrutan dan penempatan awak kapal, termasuk kesejahteraan pelaut yang tercantum dalam PKL (Perjanjian Kerja Laut) dan CBA (Collective Bargaining Agreement).

Berdasarkan UU No.17/2008 tentang Pelayaran, kata Sudiono dalam sambutan yang disampaikan Kepala Subdit Kepelautan Capt. Hendri Ginting M. Mar, perusahaan yang melakukan perekrutan dan penempatan awak kapal harus memiliki SIUPPAK. Tanpa memiliki izin, perusahaan terancam hukuman pidana satu tahun penjara atau denda Rp500 juta.

Capt. Maltus M. Mar yang juga dari Subdit Kepelautan menambahkan, berdasarkan MLC (Konvensi Pekerja Maritim) 2006, pelaut yang bekerja di kapal harus menandatangani PKL dan CBA dengan perusahaan yang memiliki SIUPPAK atau SIUPAL (Surat Izin Usaha Perusahaan Pelayaran).

“Jadi, perusahaan yang tidak memiliki SIUPPAK/SIUPAL tidak bisa menandatangani PKL dan CBA yang dipersyaratkan oleh undang-undang,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan standar gaji pelaut yang tercantum dalam PKL minimal harus sama dengan UMR (Upah Minimum Regional). “Kami tidak akan mensahkan PKL jika nominal gaji pelaut di bawah UMR,“tandasnya seraya menambahkan, semua pelaut yang direkrut dan ditempatkan di kapal harus diasuransikan. (Purwanto).

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *