Daya Saing Jeblok, 30% Biaya Produksi Industri di Indonesia Lebih Tinggi

Direktur Industri Kimia Hilir Kemenperin Teddy C Sianturi tengah memberikan Sertifikat TKDN kepada PT Terryham Proplas Indonesia. Tampak menyaksikan Sesdirjen IKTA Kemenperin Taufik Bawazier.
Direktur Industri Kimia Hilir Kemenperin Teddy C Sianturi tengah memberikan Sertifikat TKDN kepada PT Terryham Proplas Indonesia. Tampak menyaksikan Sesdirjen IKTA Kemenperin Taufik Bawazier.

 

 

Read More

 

 

 

 

Semarang, Maritim

Daya saing produk-produk industri di Indonesia dipastikan akan terus menurun dan jeblok di tahun-tahun mendatatang. Penyebabnya karena 30% biaya produksi pada industri di Indonesia sudah lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain atau negara-negara kompetitor.

“Akibatnya barang-barang yang dihasilkan dari proses produksi industri tersebut menjadi mahal di pasaran,” kata Sesdirjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kementetian Perindustrian (Kemenperin), Taufik Bawazier, mewakili Dirjen IKTA Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono, pada acara ‘Deklarasi Gerakan Masyarakat Peduli Beli Produk Dalam Negeri dalam rangka Penguatan Industri Dalam Negeri untuk Meningkatkan Daya Saing, di Semarang, kemarin.

Menurut Taufik, penyebab dari tingginya biaya produksi di industri tersebut, maka harga barang-barang pun menjadi tinggi dan mahal. Namun awal dari semua penyebabnya itu adalah sudah tingginya biaya infrastruktur, biaya energi dan biaya logistik di Indonesia.

“Di situ awalnya, sehingga daya saing kita terus menurun, karena di depan sudah ada cost yang cukup tinggi yang harus dibayar. Sehingga produk kita selalu kalah bersaing dengan China dan negara-negara kompetitor lainnya,” ujarnya.

Saat ini, tambahnya, Indonesia sedang berada pada posisi yang serba sulit dan tengah diserang dari berbagai arah. Di mana, di satu sisi tenaga kerja tidak murah, di sisi lain teknologi juga tidak punya.

“Apalagi dengan jumlah penduduk yang cukup besar, itu merupakan pasar yang sangat potensial untuk menjual barang dari negara-negara lain. Maka dari itu gerakan masyarakat peduli beli produk dalam negeri ini merupakan langkah cerdas,” tegasnya.

Taufik juga menyoroti bahwa sebagai negara industri itu biasanya 30% konstribusi sektor PDB dalam struktur ekonomi.

“Kita hampir menyentuh itu pada 2001. Habis itu turun terus. Sekarang posisinya di kuartal terakhir ini berada di angka 17,8%. Ironisnya lagi, sekarang sektor jasa pada industri dipisah, ini harusnya di rekalkulasi ulang oleh BPS,” ungkap Taufik.

Ke depan ini, ada sekitar Rp320 triliun belanja modal dari kementerian dan lembaga yang harus direbut oleh pengusaha nasional, seperti perusahaan lokal PT Terry Ham yang mendapatkan sertifikat ISO dan TKDN.

“Jadi pemerintah hadir untuk membela industri dalam negeri. Di situ jelas. Kita akan bantu untuk memasukkan dalam e-katalog. Sehingga dapat bersaing dengan produk-produk impor kita akan menang,” urai Taufik.

Di samping itu, pemerintah terus memfasilitasi kebutuhan dunia industri, terutama dalam penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI). Peningkatan SDM industri dan optimalisasi penggunaan produk dalam negeri. Sehingga seluruh pihak dan pemerintah dapat meningkatkan daya saing industri nasional.

Taufik menyampaikan selamat atas terlaksananya ‘Deklarasi Gerakan Masyarakat Peduli Beli Produk Dalam Negeri. Semoga gerakan ini dapat memberikan manfaat lebih dalam menggerakkan sektor-sektor strategis perekonomian nasional. (M Raya Tuah)

 

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *