Jakarta, Maritim
Investasi sebesar US$63 juta mengalir ke Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah, yang dikelola oleh PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Dana sebesar itu digunakan untuk membangun industri pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral dan baja tahan karat (stainless steel) serta infrastruktur penunjang lainnya.
“Nilai investasi berdasarkan progres per Desember 2016 sudah sebesar itu. Belum lagi ditambah dengan investasi di empat lokasi yang berbeda dengan total US$1,6 miliar. Selain di Morowali, ada juga pabrik di Bantaeng dan Konawe,” kata Direktur Pengembangan Wilayah Industri I, yang membawahi kawasan industri di Sulawesi, Maluku dan Papua), Arus Gunawan, kepada wartawan, di ruang kerjanya, di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut Arus, total investasi sebesar US$1,6 miliar tersebut berasal PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry sebesar US$1 miliar. PT Indonesia Tsinghan Stainless Steel US$817,9 juta, disusul PT Indonesia Ruipu Nickel and Chrome Alloy US$460,9 juta dan PT Broly Nickel Industry sebesar US$138,5 juta. Sementara PT Sulawesi Mining Invesment sebesar US$635 juta.
Arus menjelaskan, PT Sulawesi Mining Invesment memproduksi nickel pig iron dengan kapasitas produksi 300.000 ton per tahun. PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry menghasilkan nickel pig iron kapasitas produksi 600.000 ton per tahun. Stainless steel slab 1.000.000 ton per tahun dan hot rolling coil berkapasitas 2.000.000 ton per tahun.
Sedangkan PT Indonesia Tsinghan Stainless Steel memproduksi nickel pig iron dengan kapasitas produksi 600.000 ton per tahun dan stainless steel slab dengan kapasitas 1.000.000 ton per tahun. PT Indonesia Ruipu Nickel and Chrome Alloy memproduksi stainless steel coil berkapasitas 700.000 ton per tahun, ferrochrome 600.000 ton per tahun dan coke berkapasitas produksi 600.000 ton per tahun. Kemudian PT Broly Nickel Industry memproduksi nickel oxide sinter 19.230 ton per tahun dan tar batu bara dengan kapasitas 6.611 ton per tahun.
Pengembangan kawasan industri di belahan Indonesia Timur ini, ungkap Arus, menitikberatkan pada tiga aspek strategis. Pertama, untuk menarik investor asing dan nasional masuk ke wilayah ini, pemerintah akan mengembangkan kawasan industri melalui fasilitas master plan daerah-daerah. Yang nantinya akan menjadi acuan untuk pembangunan kawasan industri berikutnya di wilayah Indonesia bagian Timur.
Kedua, adalah sebagai wujud dari implementasi dari pembangunan kawasan dan ketiga sebagai ajang mempromosikan kawasan industri tersebut untuk perusahaan-perusahaan yang berorientasi penyebaran industrinya ke luar dari Jawa.
“Kenapa ini penting? Karena penyebaran industri ke luar Jawa sudah sangat mendesak. Di mana kawasan industri di Jawa sudah sangat padat. Apalagi, sekarang ini ketimpangan antara industri di Jawa dan luar Jawa sudah 10 berbanding 90,” ungkap Arus.
Lebih dari itu, pengembangan kawasan industri ke luar Jawa adalah untuk pemerataan pembangunan, yang pada akhirnya akan menimbulkan berbagai nilai tambah pada daerah-daerah di kawasan industri tersebut.
“Yang berikutnya, dengan adanya pemerataan pembangunan ke daerah-daerah, maka daerah tersebut memiliki dampak positif dari sisi ekonomi. Masyarakat yang tinggal dekat pabrik akan memperoleh dampak nilai ekononi. Kemudian masyarakat sekitar akan memperoleh kesempatan kerja yang terbuka lebar,” jawab Arus. **(M Raya Tuah)