Maritim, Jakarta
Rencana PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II)/IPC melakukan investasi pengembangan pelabuhan yang menghabiskan dana belasan triliun rupiah, dinilai Serikat Pekerja Tenaga Kerja Bongkar Muat (STKM) Pelabuhan Priok belum sejalan dengan perhatian perusahaan BUMN pelabuhan tersebut dalam meningkatkan kesejahteraan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM).
Sulit dibayangkan, di pelabuhan dengan keuntungan triliunan rupiah setiap tahun, kehidupan TKBM seolah terus terpinggirkan. Padahal TKBM merupakan garda terdepan kegiatan bongkar muat di pelabuhan dan ini juga selalu digembar-gemborkan sejumlah elit di pelabuhan. Demikian menurut Ketua Umum STKBM Pelabuhan Priok Nurtakim.
“Pelabuhan itu core business-nya bongkar muat. Keuntungan triliunan rupiah itu diperoleh dari kegiatan bongkar muat. Tentu mengherankan kalau kehidupan TKBM sampai hari ini masih memprihatinkan,” ungkap Nurtakim, , di Jakarta, Senin (23/1).
Nurtakim mencontohkan dalam hal pembayaran upah. Pekerja-pekerja TKBM mendapatkan upah harian yang dihitung berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta. Sebagai pekerja dengan status harian lepas, TKBM hanya dibayar sesuai jumlah hari kerja. Kalau tidak bekerja, tidak mendapat upah (no work no pay). Padahal, volume kerja di konvensional terus menurun. Harapan meningkatnya perhatian nasib pekerja TKBM makin besar ketika sejumlah pekerja-pekerja pelabuhan terpilih sebagai anggota legislatif pusat maupun daerah. Tapi sampai sekarang, kepedulian itu belum juga terbukti.
Semula, menurutnya, Serikat TKBM banyak menaruh harapan pergantian manajemen Pelindo II akan berpengaruh positif terhadap kehidupan TKBM. Persoalan-persoalan yang membelit TKBM bisa diselesaikan di bawah kepemimpinan Dirut Elvyn G Masasya.
Alih-alih peduli terhadap nasib TKBM, Dirut yang baru sepertinya lebih tertarik membahas rencana investasi yang berkali-kali dipaparkan direksi sebelumnya.
“Bukan kami tidak setuju dengan rencana investasi yang digadang-gadang untuk menekan ongkos logistik, tapi kami sebagai garda terdepan pelabuhan juga minta diperhatikan. Kalau bukan sekarang diselesaikan, mau kapan lagi?” Tanyanya.
Nurtakim mencatat sejumlah persoalan yang dihadapi pekerja TKBM saat ini yang bermuara pada minimnya kesejahteraan. Misalnya saja minimnya pendapatan sebagai akibat volume kerja yang rendah, sistem pengupahan yang kurang layak dibandingkan dengan keuntungan yang diraih Pelindo II maupun kesempatan meningkatkan skill pekerjaan bongkar muat.
Ditegaskan Nurtakim, memang secara regulasi pembinaan TKBM berada di bawah pemerintah dalam hal ini Otoritas Pelabuhan (Kemenhub). Namun, tandasnya, itu tidak boleh dijadikan dalih bagi BUMN Pelabuhan untuk mengabaikan nasib TKBM. Faktanya mereka (TKBM) bekerja di BUMN Pelabuhan sebagai core bussines utamanya dalam meraup pendapatan yang mencapai triliunan rupiah per tahun.
“Mencermati kebijakan Pelindo II satu tahun terakhir ini, terus terang kami jadi ragu, jangan-jangan direksi sekarang visinya sekedar meneruskan kebijakan direksi sebelumnya. Tak ada konsep yang jelas yang dapat menjadi harapan TKBM yang selama ini menjerit akibat ketimpangan kesejahetraan yang sangat tajam di lingkungan pelabuhan” katanya. *Habib