Jakarta, Maritim
Pagu total anggaran Ditjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencapai Rp125,720 miliar lebih pada 2017. Di mana anggaran sebesar itu nantinya dipakai untuk empat direktorat dan satu unit sesditjen. Yang mana anggaran khusus Direktorat Industri Kimia Hilir dialokasikan sebesar Rp13,723 miliar lebih untuk menjalankan beberapa program prioritas dan mata kegiatan lainnya.
“Sementara itu pada 2016, Ditjen IKTA dapat merealisasikan anggaran di atas target yang ditetapkan dan berada di peringkat kedua realisasi tertinggi hingga Desember 2016 di lingkungan unit Kemenperin, yakni sebesar 99,12%. Dari pagu Rp93,598 miliar lebih yang dapat terealisasi sebesar Rp92,775 miliar lebih. Di mana khusus untuk Direktorat Industri Kimia Hilir realisasinya mencapai 99,55%,” kata Sesditjen IKTA Kemenperin, Taufiek Bawazier, pada acara ‘Evaluasi Kinerja Industri 2016 dan Penyusunan Rencana Kegiatan 2017 Direktorat Industri Kimia Hilir’, Ditjen IKTA Kemenperin, di Bandung, Jawa Barat, kemarin.
Pada kesempatan tersebut, hadir pula Direktur Industri Kimia Hilir Teddy C Sianturi bersama sejumlah pejabat eselon III dan IV, para pembicara KSO dan Surveyor Indonesia serta Sucofindo, Ditjen Bea dan Cukai, BKPM, Inspektur II Edy Waspan serta pembicara lainnya.
Menurut Taufiek, kegiatan prioritas Direktorat Industri Kimia Hilir sebelum penyesuaian anggaran adalah buat dokumen regulasi obat kanker senilai Rp2 miliar. Namun setelah penyesuaian anggaran jadi Rp809,1 juta. Kemudian membuat Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) dari 16 RSNI/SNI Wajib dengan nilai Rp4,8 miliar jadi 12 RSNI/ SNI Wajib senilai Rp3,17 miliar. Membuat sertifikat SDM bagi 100 orang senilai Rp1,33 miliar dari sebelum penyesuaian Rp1,5 miliar. Lalu membuat Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKNNI) senilai Rp496 juta dari sebelum penyesuaian Rp700 juta.
Menurut Taufiek, pada triwulan III/2016 sektor IKTA juga mengalami pertumbuhan positif, seperti industri farmasi dan obat tradisional sebesar 15,78%, industri barang galian bukan logam 7,28%, industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki 6,94%, industri bahan kimia dan barang kimia 6,10% serta industri tekstil 0,55%.
Di samping data menggembirakan, Taufiek juga menyampaikan data sektor IKTA yang mengalami pertumbuhan negatif pada triwulan III/2016, seperti industri karet, barang dari karet dan plastik sekitar -12,08%, industri pengolahan lainnya -4,70% dan industri pakaian jadi sebesar -1,35%.
Di tempat sama, Direktur Industri Kimia Hilir Kemenperin, Teddy C Sianturi, menjelaskan pada tahun berjalan ini instansinya akan melaksanakan program pending matters 2016, seperti melanjutkan program SNI cat, ban, pemberlakuan SNI wajib pelumas, pelebelan kimia dan penataan industri daur ulang plastik.
“Khusus untuk pemberlakuan SNI wajib pelumas diprogramkan dapat kami selesaikan pada Juni 2017. Alasannya, karena masalah minyak pelumas ini sangat dekat dengan masyarakat, sehingga masyarakat perlu diberi perlindungan terhadap kualitas produk.
Program baru lainnya, pengembangan industri karet, bahan baku obat lalu membantu kegiatan link and match bersama direktorat lain di lingkungan Ditjen IKTA dengan target 30.000 usaha, menyiapkan alat uji bagi pemberlakuan SNI wajib pelumas serta melakukan kerja sama BPPT soal helm dan kerja sama riset lainnya. (M Raya Tuah)