Jakarta, Maritim
Untuk lebih memperkuat peran dalam rangka menjaga ketahanan pangan pada 2017, Perum Bulog menanam investasi sebesar Rp2,3 triliun untuk membenahi pengembangan infrastruktur pasca panen komoditas beras, jagung dan kedelai. Dana sebesar itu diperoleh dari Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp2 triliun ditambah dukungan dari kas internal Perum Bulog Rp900 miliar.
“Dana sebesar itu dari perhitungan kami, PMN sebesar Rp2 triliun paling yang bisa kita serap hanya Rp1,4 triliun. Kemudian ditambah dukungan dari kas internal Perum Bulog sebesar Rp900 miliar. Sehingga totalnya Rp2,3 triliun,” kata Dirut Perum Bulog, Djarot Kusumayakti, kepada wartawan, di Kantor Perum Bulog, Jakarta, kemarin.
Menurut Djarot, PMN tersebut diperoleh Perum Bulog pada akhir 2016 lalu, yang nantinya akan digunakan untuk membangun modern rice milling plant (MRMP) terintegrasi. Dengan kapasitas srrapan 1 juta ton setara Gabah Kering Panen (GKP) per tahun di tujuh provinsi di sentra produksi padi. Yang menggunakan teknologi pengeringan dan penggilingan modern dengan membangun 22 drying centre, 17 milling dan 80 silo. Untuk menurunkan susut pasca panen, meningkatkan kualitas serapan gabah meningkatkan kualitas hasil panen gabah.
Di samping itu, tambah Direkrut Sumber Daya Manusia (SDM) dan Umum Perum Bulog, Wahyu Suparyono, Perum Bulog juga akan membangun mesin rice to rice, dengan kuantun pengadaan beras sebesar 250.000 ton beras per tahun. Untuk processing beras sesuai kualitas yang diinginkan dan reprocessing beras dalam rangka menjaga mutu dan kualitas beras.
Penambahan infrastruktur pasca panen juga dilakukan dengan membangun 11 unit drying centre dan 64 unit silo jagung dengan total kapasitas silo 192.000 ton. Kemudian membangun gudang penyimpanan kedelai sebanyak 13 unit dengan total kapasitas gudang 45.000 ton di sentra-sentra produksi.
“Investasi untuk pengembangan infrastruktur pasca panen tersebut diperlukan Bulog, karena di masa lalu pengembangan infrastruktur pasca panen komoditas ini kurang mendapatkan perhatian dari Perum Bulog,” tekan Djarot.
Pasalnya, karena ketersediaan infrastruktur yang memadai menjadi hambatan Bulog selama ini, untuk menyerap hasil panen petani di desa-desa. Bahkan, standar minimal atau ideal ketersediaan infrastruktur saja tidak ada.
“Saya kalau pergi kemana-mana sering ditanya dan dikritik, kenapa Bulog tidak menyerap gabah, jagung, atau hasil panen lainnya. Jawaban saya, karena selama ini kita tidak memiliki drying centre atau alat pengering. Bahkan, untuk jagung saja kadar airnya mencapai 22%. Karena itu, dana dari PMN ditambah kas internal Bulog ini, kita manfaatkan untuk membangun infrastruktur pasca panen,” urainya.
Djarot menambahkan juga, pada 2017 ini ditargetkan penyerapan gabah/beras Bulog sebesar 3,7 juta ton, atau naik dari tahun sebelumnya sebesar 3,2 juta ton. Atau 92,54% dari target RKAP pada 2016. Di mana realisasi penyerapan gabah/beras sampai akhir 2016 mencapai 2,9 juta ton. Atau ada peningkatan dibanding pada 2015 yang mencapai 2,6 juta ton dari target 3,2 juta ton atau 81,2%.
“Saat ini, tantangan untuk menjaga ketahanan pangan khususnya ketersediaan itu ke depan semakin berat. Selain jumlah penduduk yang semakin bertambah, laju konversi sumber produksi pangan yang tidak terkendali juga menjadi penyebabnya. Sehingga tidak mudah mencari lahan penggantinya,” jelas Djarot. (M Raya Tuah)