Surabaya – Maritim
DUTA Besar (Dubes) Kanada untuk Indonesia Peter MacArthur didampingi Wakil Gubernur Jawa Timur (Wagub Jatim) Saifullah Yusuf, Jum’at (10/02/2017) lalu berkenan mengunjungi kampong nelayan Cumpat. Kelurahan Kedung Cowek, Kecamatan Bulak, Surabaya. Dalam kesempatan itu, Dubes memuji kreativitas nelayan Cumpat dalam membuat produk olahan hasil laut seperti ikan kering, kerupuk ikan dan petis udang.
“Kreativitas para nelayan ini sangat menarik, karena mereka berhasil mengolah hasil laut dan ikan seperti teripang dan lainnya” kata Dubes Kanada melalui Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jatim F Trijambore Christanto saat Dialog Publik bertema Membangun Ketangguhan Nelayan Menghadapi Dampak Perubahan Iklim di Kantor Kelurahan Kedung Cowek, Jumat (10/2/2017).
Menurut MacArthur, Pemerintah Kanada sangat mendukung para nelayan dan Walhi dalam mencermati perubahan iklim dan peningkatan produksinya berupa ikan segar maupun hasil olahan lainnya. Terkait itu, pengawas Koperasi 64 Bahari Surabaya, Rosidah menuturkan hingga saat ini produk olahan dipasarkan di Sentra Ikan Bulak, pasar tradisional dan toko oleh-oleh sekitar Bulak. Jelasnya: “Kami baru berdiri Januari lalu, sekarang masih proses memasarkan produk, belum bisa meghitung hasilnya. Kami berharap Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya bisa turut mempromosikan produk koperasinya, sehingga bisa dipasarkan ke pusat oleh-oleh dan supermarket, karena kami ingin memasukan produk ke supermarket tapi tak tahu caranya, semoga pemerintah bisa membantu”.
Wagub Jatim yang akrab disapa dengan sebutan Gus Ipul, menyatakan bahwa pihaknya setuju dengan program yang berdaya guna bagi nelayan. Untuk itu pemprov Jatim bersedia menyediakan fasilitas. Ujarnya: “Selama ini kerjasama dengan Walhi Jatim sudah jalan. Ada desain bahwa akan ada pemecah ombak, pemukiman bersih, dan usaha bersama”.
Dalam rangka meningkatkan ekonomi nelayan, Gus Ipul meminta agar nelayan tak menjual semua hasil tangkapannya, tetapi cukup dijual separuhnya, sedang sisanya dijual dengan nilai tambah seperti dibuat makanan kalengan atau produk olahan lain, seperti dalam bentuk sarden misalnya. Menurut Gus Ipul, Pemprov tak ingin nelayan jadi konsumen, karena pada prinsipnya nelayan merupakan produsen. Gus Ipul juga menyoroti masih banyaknya limbah laut yang tidak dimanfaatkan.
Dalam seminggu, nelayan Bulak menghasilkan empat truk limbah laut berupa cangkang kerang dan lain sebagainya. Dari jumlah itu, 10 persennya dibuat suvenir, sementara sisanya dibuang begitu saja. Padahal jika dimanfaatkan, limbah itu akan sangat berguna. Yang paling gampang menurut Gus Ipul adalah limbah itu dijadikan campuran bahan material bangunan. Caranya, limbah laut itu harus dihancurkan terlebih dahulu untuk kemudian dicampur untuk membuat batako atau batu bata.
“Akan kami fasilitasi mesin penghancur itu. Hasilnya bagus kok untuk campuran material bangunan. Untuk pemanfaatan lain, kami akan bekerja sama dengan pihak kampus,” tandas Gus Ipul. *** (ERICK A.M.)