La Nina Tak Pengaruhi Kegiatan Wisata Bahari

Direktur Managet ITF Johnnie Sugiarto
Direktur Managet ITF Johnnie Sugiarto

Jakarta, Maritim

Meskipun curah hujan tinggi serta cuaca buruk karena disebabkan fenomena La Nia, tetapi hal itu tidak berdampak besar terhadap minat masyarakat untuk melakukan kegiatan wisata pantai.

Read More

Namun meskipun tidak berdampak besar, menurut Director Manager Indonesian Tourism Forum (ITF) Johnnie Sugiarto  mengatakan, pengelola wisata pantai tidak melayani full wisata dengan atraksi langsung di tengah laut.

“Kalau musim seperti sekarang, pengelola tidak jual (jasa layanan) diving, snorkeling, parasailing dan banana boat,”  ujar Johnnie Sugiarto di Jakarta beberapa waktu lalu.

Fenomena La Nina adalah gejala alam yang indikasinya terjadinya pendinginan suhu muka laut di lautan Pasifik Tengah dan Timur. Dampak dari gejala tersebut mengakibatkan jumlah curah hujan yang makin tinggi di suatu daerah.

Fenomena alam La Nina sudah mulai dirasakan di Indonesia pada sekitar awal September 2016 sampai sekarang (pertengahan Pebruari 2017). Saat mulai muncul (Agustus 2016) sampai satu, dua bulan ke depan, intensitas (La Nina) masih lemah. Intensitas terus merambat pada skala moderat sampai tinggi.

“Musim seperti sekarang ini, mainan laut seperti parasailing, banana boat, snorkeling tidak cocok. Januari, Pebruari masih rembetan (intensitas) Desember tahun lalu. Tetapi wisatawan kan tetap bisa menikmati keindahan pantai. Misalkan Parai (Sungailiat, Bangka), justru deburan ombak yang menghantam batu-batu karang besar, lebih dinikmati,” ujar Johnnie.

Perbedaan suasana pantai dan laut di tengah La Nina dan masa normal yakni ketenangan ombak dan warnanya. Kalau kondisi normal, laut cenderung berwarna biru serta deburan ombak, kalaupun ada relative kecil. “Air laut tenang, berwarna biru. Nanti, kondisi normal pada pertengahan April. Kondisi ini sangat tergantung musim,” tambahnya.

Dampak yang paling nyata salah satunya adalah periode musim kemarau tahun 2016 lebih singkat dan awal musim hujan maju (70% wilayah Indonesia). Tetapi ITF juga sudah meyakini bahwa para pengelola sudah punya strategi pengembangan wisata. Beberapa destinasi wisata pantai selalu dilengkapi dengan kegiatan atraksi. Beberapa destinasi sudah dikombinasikan, misalkan dengan kegiatan di darat.

Selain itu, atraksi juga kombinasi dengan kegiatan budaya, sejarah, sport, spa dan lain sebagainya. Ada kegiatan volley pantai. Misalkan Parai resort (Sungailiat, Bangka) yang beberapa kali gelar volley pantai. Kami juga selenggarakan Jazz on the Beach. Sehingga tidak ada destinasi yang terkena dampak cuaca buruk seperti sekarang ini.

ITF juga optimis dengan animo wisatawan mancanegara (wisman), nusantara (wisnus) terhadap wisata pantai. Kendatipun kondisi sekarang, wisata pantai dan atraksi/permainan laut masih lebih mahal ketimbang darat. Misalkan wisatawan yang mau diving (selam), minimal dia harus sewa kapal.

“Ada yang murah, (yakni) snorkeling. Mau lebih murah lagi, renang. Tidak ada cost. Tapi kalau wisata dengan kapal pesiar, tidur di atas kapal, pasti mahal. Seperti di Bali, biayanya bisa Rp 30 juta per lima hari. Segmen pasarnya sangat terbatas,” katanya.

ITF membuat kategori minat wisata yakni umum dan khusus. Kalau wisata dengan kapal pesiar sudah pasti kategori khusus. Selain itu, ada beberapa hal yang sangat tidak lazim. Misalkan tidur di atas kapal, pasti kondisinya goyang-goyang. Tidak semua orang bisa tidur di atas kapal. Begitu pula dengan hiking (pendakian gunung) atau petualangan menelusuri goa. “Jadi sekarang sudah banyak pengelola wisata yang kategori khusus. Segmen pasar dibuka dengan lebar,” terangnya.

Johnnie yang juga Direktur Utama Parai Resort Sungailiat Bangka itu melihat optimisme dengan animo wisman, wisnus. Sementara itu infrastruktur di Bangka juga semakin meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan bandara udara Dipati Amir juga semakin modern, full dengan berbagai fasilitas seperti kamar kecil untuk disabilitas, executive break room, fasilitas internet dan lainnya. Bandara baru sudah diresmikian pada 11 Januari 2017 dengan investasi sebesar Rp 300 milyar.

“Parai resort punya dua (elemen) yang iconic, (yakni) batu besar yang berbentuk seperti kepala burung. Satu lagi, kami buat patung burung elang besar dengan bentangan 26 meter. Kami yakin, sekarang orang gampang sekali berfoto termasuk selfie, welfie. Kalau pengunjung selfie dengan monument seperti patung burung, orang langsung tahu di mana lokasinya.

Popularitas Parai di Sungailiat Bangka sama seperti Bali di Indonesia. Sehingga sering muncul kesalahkaprahan terutama orang di luar negeri mengenai Bali. ‘Indonesia itu Bali atau Bali itu di Indonesia’. Sama seperti salah kaprahnya ,Bangka itu Parai atau Parai itu di Bangka’.

Selama ini, Parai masih merupakan satu-satunya resort terbesar di Bangka. Popularitas tempat wisata di satu daerah akhirnya sering memunculkan salah kaprah di setiap obrolan. Promosi Bangka masih kurang. Promosi satu pulau, bukan tugas pengelola wisata.

“Kami hanya promosi hotel, spa dan lain sebagainya. Tapi pemerintah daerah harus care dengan seluruh (potensi) di pulau Bangka. Tugas pemerintah untuk promosi Bangka di dunia. Karena potensi wisata laut sangat besar, termasuk Parai, Toboali, dan lain sebagainya,” tandasnya.

(Nanang SS)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *