INDONESIA sebagai negara kepulauan membutuhkan sumber daya manusia (SDM) andal di bidang pelayaran. Terlebih lagi pemerintahan Jokowi-JK telah tetapkan sektor maritim sebagai salah satu kekuatan nasional dengan memaksimalkan moda transportasi laut di seluruh perairan Indonesia (Tol Laut). Disayangkan, hingga kini Indonesia masih kekurangan SDM pelayaran, termasuk banyak nakhoda, utamanya di pelayaran rakyat yang tak mendapat pendidikan formal. Budi Karya Menteri Perhubungan usai menyerahkan sertifikasi persetujuan sertifikasi Standard of Training, Certification and Watchkeeping (STCW) 2010 dari International Maritime Organization (IMO) kepada SMK Wisudha Karya menjelaskan pada tahun 2015, pendidikan formal pelayaran Indonesia baru memenuhi 6% dari kebutuhan 69.000 SDM kemaritiman.
“Indonesia memiliki wilayah maritim yang sangat luas. Makamenjadi tugas kita untuk mencetak sebanyak mungkin SDM pelayaran yang kompeten di bidangnya, ” ujar Budi Karya, di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (23/3).
Menhub mengatakan, sekolah-sekolah pelayaran yang ada kini masih kekurangan, dibanding luas wilayah perairan Indonesia. Apalagi tak semua sekolah pelayaran memiliki peralatan yang memadai. Hal tersebut menjadi terasa timpang bila dibandingkan dengan dunia pelayaran internasional, yang rata-rata seluruh SDM-nya berpendidikan formal.
“Di perairan nusantara terutama di pelra, bisa dikatakan hanya nakhoda saja yang punya sertifikat laut, sedang untuk anak buah kapal (ABK) tidak ada. Hal ini terbukti ketika kemarin waktu saya ke Maluku Utara, mereka tak memiliki sertifikat laut” jelas Budi Karya.
Menurut Menhub, ia melihat pihak swasta memiliki peran penting mengisi ruang-ruang kosong pendidikan. Seperti yang dilakukan Djarum Foundation bersama Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) yang membuka dua program keahlian maritim, yaitu paket keahlian Nautika Kapal Niaga dan Teknika Kapal Niaga di SMK Wisudha Karya, Kudus, sejak tahun 2014. Ujar Menhub: “Kehadiran swasta ini merupakan sumbangsih mengisi ruang-ruang kosong itu. Apalagi fasilitas di SMK Wisudha Karya ini tampak sangat baik. Ini jadi quantum leap untuk mendapatkan pendidikan.Sekarang ini kita perlu improvement mengelola pendidikan tak hanya dengan standar biasa, tapi harus standar internasional. Untuk itu, kita bisa bekerja sama dengan universitas-universitas seperti di Maluku, Riau dan lainnya untuk mengadakan pendidikan vokasi dulu di fakultas teknik. Selanjutnya kita beri kesempatan pendidikan D3, D4 atau juga S1. Yang paling strategis kita bekerja sama dengan perguruan tinggi yang ada, kalau membangun baru akan mahal dan butuh waktu lama”.
Melalui sertifikat yang diberikan, SMK Wisudha Karya menjadi satu dari tiga SMK maritim di Indonesia yang mendapat sertifikat serupa. Dengan sertifikasi ini, lulusan SMK Wisudha Karya akan diberi lisensi sebagai perwira kapal untuk bekerja di kapal niaga dalam/ luar negeri. Acara itu berbaren dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara antara SMK Widya Karya dengan ITE Education Services (ITEES) Singapura untuk meluncurkan program joint degree di bidang Marine Engineering. ***(ERICK A.M.)