Surabaya, Maritim
Ranking Indonesia bisa naik ke posisi tujuh sebagai negara industri manufaktur kelas dunia asalnya harga gas di dalam negeri lebih murah. Terjaminnya infrastruktur, tersedianya pelabuhan untuk meneken mahalnya biaya logistik serta harga energi yang murah.
“Ini artinya, industri kita sudah masuk liga satu dunia, namun sayangnya sepak bola kita tidak pernah masuk liga satu dunia. Dengan ranking sepuluh tersebut diharapkan terjadi peningkatan daya saing. Sehingga industri bisa sebagai driver pembangunan ekononi nasional,” kata Menteri Perindustriaan (Menperin), Airlangga Hartarto, saat ‘Workshop Pimpinan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dengan Media Massa’, di Surabaya, Jawa Timur, Senin (17/4).
Berdasarkan hitungan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), posisi Indonesia sebagai negara industri manufaktur dunia pada 2016 berada pada peringkat sepuluh, yang mana sebelumnya berada di nomor urut 15.
Dengan posisi seperti itu, menurut Menperin, cukup menggembirakan. Karena Indonesia berada di atas negara Inggris, Rusia, Meksiko, Kanada, Spanyol dan negara-negara lainnya.
Adapun sepuluh negara industri manufaktur dunia pada 2016 versi UNIDO, adalah China, Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Korea Selatan, India, Italia, Perancis, Brasil dan Indonesia.
Harga gas yang kompetitif, menurut Menperin, dapat memberikan efek berganda yang positif bagi perekonomian nasional. Selain itu insentif dari pemerintah.
Terkait Nawacita, Kemenperin melakukan Kebijakan Prioritas Industri Nasional dengan enam langkah seperti Pengutan SDM melalui Penguatan Vokasi Industri, Pendalaman Struktur Industr melalui Penguatan Rantai Nilai Industri dan Industri Padat Karya dan Orientasi Ekspor. Kemudian Pengembangan IKM dengan Platform Digital, Pengembangan Industri Berbasis Sumber Daya Alam dan Pengembangan Industri.
Menyoal Penguatan SDM melalui Penguatan Vokasi Industri, Kemenperin pada 2019 menargetkan sebanyak 1.040.552 tenaga kerja dapat dihasilkan. Angka sebesar itu disumbang oleh Pembinaan dan Pengembangan SMK yang Link and Match dengan industri sebanyak 845.000. Diklat sistem 3 in 1 sekitar 162.000, Pendidikan Vokasi Kemenperin kerja sama dengan Industri 15.552 dan Sertifikasi Kompetensi Tenaga Kerja Industri sebanyak 18.000 tenaga kerja.
Pendalaman Struktur Industri melalui Penguatan Rantai Nilai Industri dilakukan melalui Pengembangan Hilirisasi Sektor Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA), Industri Agro (IA) dan sektor Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektrinika (ILMATE). Di mana hingga 2020 rencana investasi mencapai 97 proyek dengan nilai sebesar Rp567,31 triliun dan menyerah tenaga kerja sebanyak 555.528 orang untuk ketiga sektor tersebut.
Untuk Industri Padat Karya dan Orientasi Ekspor dilakukan pada industri alas kaki, tekstil dan produk tekstil, makanan dan minuman, furnitur kayu dan rotan serta industri. Amunisi yang diperlukan untuk ini adalah memberikan insentif fiskal berupa pemotongan pajak penghasilan yang digunakan untuk reinvestasi.
Kemudian Pengembangan IKM dengan platform Digital menyiapkan database IKM yang tersaji dalam profil industri,3 sentra dan produk yang terintegrasi dengan market place yang telah ada dan didukung oleh sistem data base SIINAS.
Pengembangan Industri Berbasis Sumber Daya Alam seperti yang telah dilakukan pada Kawasan Industri Morowali (Sulawesi Tengah) dan Kawasan Industri Konawe (Sulawesi Tenggara) yang menjadi pusat pengembangan industri smelter berbasis nikel.
Terakhir, Pengembangan Perwilayahan Industri, sampai akhir 2016 ada tiga kawasan industri yang sudah beroperasi, yaitu Sei Mangke, Morowali dan Bantaeng. Untuk tiga tahun ke depan akan juga dipercepat pembangunan Kawasan Industri Tanjung Buton, Dumai, Berau (Kaltim). Tanah Kuning (Kaltara), JIIPE (Gresik) Kendal dan Kawasan Industri Terpadu Wilmar (Serang, Banten). Sampai saat ini sudah terdapat 73 kawasan industri di seluruh Indonesia. (M Raya Tuah)