Surabaya, Maritim
Hingga akhir 2016, jumlah industri yang berada di kawasan industri (KI) baru mencapai 25,19%.
“Jika pusat pertumbuhan industri baru dibangun sesuai jadwal, kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa dapat ditekan,” kata Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI), Imam Haryono, saat ‘Workshop Pimpinan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dengan Media Massa’, di Surabaya, Jawa Timur, kemarin.
Di samping itu, menurut Imam, KI juga harus punya infrastruktur yang memadai. Termasuk sistem logistik yang efisien, ada keunggulan sumber daya Alam (SDA) yang bisa diolah secara efisien, pendidikan, maupun pusat riset.
Saat ini, urai Imam, pemerintah memiliki 14 KI prioritas. Dari jumlah itu yang sudah beroperasi adalah Sei Mangle, Morowali dan Bantaeng.
Di KI Bantaeng, rencana investasinya mencapai Rp45,5 triliun. Selain tiga KI, pemerintah berniat mempercepat pembangunan KI di Tanjung Buton, Dumai, Berau (Kaltim). Tanah Mining (Kaltara), JIIPE (Gresik), Kendal, KI Terpadu Wilmar (Serang, Banten).
“Target kami hingga 2019 ada sekitar 9.000 industri baru, di mana 90% di antaranya masuk KI, target 40% industri berada di KI akan tercapai,” ujar Imam.
Ditambahkan, pembangunan 14 KI Prioritas dalam RPJMN 2015-2019 dan KI Kendal telah ditetapkan sebgaai Proyek Strategies National berdasarkan Perpres No 3 tahun 2016. Proyek Strategies National harys beroperasi pada 2019.
Pada kesempatan sama, Dirjen Ketahanan dan Pengembangan Akses Pasar International, Harjanto, mengatakan pembukaan akses pasar perlu mempertimbangkan resiko membesarnya defisit perdagangan produk manufaktur. Mengingat posisi daya saing global Indonesia juga relatif lemah. Jika dibandingkan dengan negara Jepang, China, Korea, India dan negara-negara industri utama di ASEAN seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.
Tahun 2016-2017, ranking data saing global Indonesia berada di nomor 41. Posisi Indonesia tersebut hanya lebih baik dibandingkan dengan Vietnam yang berada di posisi ke 60. (M Raya Tuah)