Jakarta, Maritim
Untuk mengatasi minimnya tenaga pengajar guru produktif di sejumlah sekolah menengah kejuruan (SMK), Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melakukan kerja sama dengan Temasek Foundation International yang berkedudukan di Singapura.
“Apa yang kami lakukan ini hari adalah untuk meningkatkan mutu guru produktif di lingkungan SMK yang kondisinya memprihatinkan. Sehingga akibat dari itu tidaknya tercapainya target pemenuhan kebutuhan SDM industri sebanyak 600.000 orang setiap tahun,” kata Kapusdiklat Industri Kemenperin, Mujiyono, kepada wartawan, di ruang kerjanya, kemarin.
Menurut Mujiyono, upaya menambah jumlah dan meningkatkan mutu guru produktif di lingkungan SMK di bawah binaan Kemenperin itu, adalah satu di antara tiga persoalan serius yang tengah dihadapi oleh SMK di Indonesia. Khususnya SMK yang ada dilingkungan Pusdiklat Industri Kemenperin.
“Karena kondisinya yang memprihatinkan itu, maka sudah sangat mendesak untuk ditangani dengan sungguh-sungguh, agar persoalan mencapai kebutuhan SDM industri yang kompeten dapat tercapai segera sesuai dengan harapan dunia usaha,” ungkapnya.
Pasalnya, industri suatu negara akan tumbuh dan maju serta memiliki daya saing, jika negara tersebut memiliki SDM industri yang siap kerja dan memiliki kompetensi. Sementara saat ini tenaga kerja produktif masih banyak yang menganggur.
“Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia itu karena lulusan yang dihasilkan dari perguruan tinggi dan SMK belum siap kerja dan memiliki ketrampilan serta keahlian. Sementara sektor industri itu sangat memerlukan tenaga kerja industri yang trampil dan kompeten pada di bidang industri sebanyak 600.000 orang per tahun. Ini yang kita akan kejar. Karena kebutuhan tenaga kerja industri itu belum bisa dipenuhi oleh SMK kita,” urai Mujiyono.
Ditambahkan, yang jadi penyebab para lulusan SMK belum siap kerja dan tidak memiliki kompetensi atau keahlian yang dibutuhkan industri, karena kurikulum atau materi pelajarannya tidak sinkron dengan kebutuhan industri.
Persoalan serius kedua yang dihadapi SMK, lanjut Mujiyono, adalah kurikulumnya. Untuk itu, Pusdiklat kini tengah menyusun 25 modul dan silabus dari 36 kompetensi yang ada di industri untuk SMK. Di mana, dengan terbatasnya guru produktif, kini kondisinya antara praktek dan teori sudah mencapai 20% dan 80%. Padahal, DI SMK itu idealnya 60% praktek, 40% guru adiktif.
Persoalan serius ketiga yang dihadapi SMK, adalah tertinggalnya sarana dan alat laboratorium yang dibutuhkan siswa. Di mana kondisinya peralatan di SMK tertinggal dua generasi dari peralatan yang ada di industri. Karenanya, Kemenperin kini tengah merelokasi anggarannya agar satu SMK dapat bantuan Rp500 juta. (M Raya Tuah)