JAKARTA, MARITIM.
Kalangan PPTKIS (Pelaksana Penempatan TKI Swasta) mengapresiasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK) mengambil alih asuransi TKI di luar negeri. Sistem perlindungan baru mulai 1 Agustus 2017 itu diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 7 Tahun 2017 tentang Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia.
Dirut PT Karya Antar Bangsa Sejati (Kabasco) Aga Prahasto Ismail optimis perlindungan TKI yang dilakukan BPJS TK akan lebih baik dibanding saat dilakukan oleh tiga konsorsium asuransi selama tiga tahun yang berakhir pada 31 Juli 2017. Ketiga konsorsium asuransi swasta yang sebelumnya menangani perlindungan TKI adalah Astindo, Jasindo dan Mitra TKI.
Ia yakin hadirnya negara melalui BPJS TK, perlindungan TKI akan semakin terjamin. Tidak akan terjadi lagi pemotongan santunan oleh konsorsium ketika melakukan pembayaran klaim asuransi kepada TKI atau ahli warisnya.
Dijelaskan, kepesertaan TKI dalam BPJS TK hanya untuk dua program, yaitu JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) dan JKm (Jaminan Kematian). Iuran sebesar Rp 370.000 per orang berlaku selama 30 bulan, yakni sebelum berangkat, selama kontrak kerja di luar negeri, dan sampai kembali ke tanah air.
Menurut Aga, perlindungan yang dilakukan konsorsium asuransi selama 3 tahun mengcover 13 masalah dengan premi sebesar Rp 450.000 per orang. Tapi perlindungan TKI yang dilakukan BPJS TK hanya mencakup 9 manfaat, yakni 5 manfaat dari JKK dan 4 manfaat dari JKm.
Ia menyebut ada beberapa masalah yang tidak bisa diklaim oleh TKI. Antara lain kalau terjadi PHK sepihak, gaji tidak dibayar dan TKI sakit bukan karena kecelakaan kerja. “Dulu ini bisa diklaim ke konsorsium. Sekarang kayaknya harus jadi tanggung jawab PPTKIS,” ujarnya kepada Maritim, kemarin.
Santunan sebesar Rp 100 juta, kata Aga, akan diberikan jika TKI mengalami cacat total akibat kecelakaan kerja. Sedang santunan berkala cacat total tetap sebesar Rp 4,8 juta.
Sedangkan untuk JKm, santunan kematian sebesar Rp 85 juta, biaya pemakaman Rp 3 juta, santunan sekaligus Rp 16,2 juta dan santuan berkala sebesar Rp 4,5 juta.
Transparan
Pengamat TKI Ismail Sumaryo juga mengapresiasi hadirnya negara dalam perlindungan TKI. Diharapkan sistem perlindungan TKI ini akan lebih baik dan transparan, mengingat BPJS TK berada di bawah Presiden.
Untuk meningkatkan pengawasan, dia minta Asosiasi Perusahaan Penempatan TKI (Aspataki) dan Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati) dilibatkan dalam pengawasan perlindungan TKI.
Ismail juga minta agar dana perlindungan ini dimanfaatkan untuk sebesar-besar kesejahteraan TKI. Sisa premi yang tidak dibayarkan atau public saving harus dipertanggungjawabkan sesuai undang-undang.
“Jangan sampai terjadi penyelewengan, atau gugatan pidana korporasi yang dilakukan oleh PPTKIS akibat tidak adanya transparansi,” tegasnya.
Tentang adanya razia besar-besaran terhadap pekerja illegal (termasuk TKI) di Malaysia, Ismail Sumaryo mengatakan, kondisi itu tidak akan terjadi bila pemerintah mempermudah dan mempercepat prosedur penempatan TKI ke luar negeri.
Ia memahami upaya pemerintah terus mencegah pemberangkatan TKI non prosedural. Namun langkah itu jangan menghambat niat masyarakat bekerja di luar negeri yang sudah memiliki jaringan di sana.
Melalui teknologi informasi, banyak kesempatan kerja yang harus segera diisi. Mereka segera berangkat bukan melalui PT, tapi secara perorangan. Kalau lewat PT, prosedurnya akan lama, biaya besar, dan gaji dipotong.
“Ini yang menyebabkan mereka lewat jalan pintas. Karena itu, pemerintah harus memperhatikan kondisi ini dengan mempermudah dan mempercepat prosedur bekerja di luar negeri,” sambung Ismail Sumaryo kepada Maritim. **Purwanto.