SEBAGAIMANA halnya dengan yang terjadi dengan lalu lintas kendaraan di jalan raya, maka lalu lintas pelayaran di laut, juga diatur dengan berbagai regulasi yang bertujuan untuk mencegah kecelakaan karena kondisi alam, faktor teknis alat angkut di peraian, atau faktor kecerobohan manusia (human error). Kementerian Perhubungan menyebut alur pelayaran yang melewati Selat Lombok paling potensial berkembang pesat, karena selain merupakan lokasi yang menjembatani destinasi wisata juga mejadi jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II yang perlu dapat perhatian secara khusus.
I Nyoman Sukayadnya, Direktur Kenavigasian Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan dalam Focus Group Discussion (FGD) Traffic Separation Scheme (TSS) Selat Lombok, di Mataram NTB pekan lalu katakan ALKI II memiliki kelebihan berupa jalur yang lebar dan tanpa adanya hambatan pulau. Ungkap mantan Kadisnav Klas I Tanjung Perak itu: “Jalurnya lebar dan tanpa hambatan berupa pulau. Kalau ALKI I itu meskipun lebar, tetapi masih terhalang pulau. ALKI III di Maluku Barat Daya malah sempit. Makanya banyak kapal besar yang lebih memilih lewat Selat Lombok di ALKI II”.
Sesuai data, total kapal yang melintasi Selat Lombok tiap bulan mencapai 200-340 kapal dari berbagai ukuran, dengan prediksi kedepan akan terus bertambah. Alur pelayaran yang ramai itu, memerlukan jaminan keamanan dan keselamatan. Terlebih lagi sebagai jalur ALKI yang jadi plihan kapal-kapal besar dari seluruh dunia dalam menghubungkan Benua Australia dengan Asia Tenggara/Asia Timur. Tingginya arus pelayaran membuat pemerintah berencana membuat skema pemisahan lalu lintas pelayaran (Traffic Separation Scheme/TSS) sebagai upaya menciptakan keselamatan pelayaran. Penetapan TSS sejalan usulan Indonesia yang menetapkan Selat Lombok sebagai Particularly Sensitive Sea Area (PSSA, area perairan yang memerlukan perlindungan khusus).
Skema pemisahan lalu lintas pelayaran kapal di Selat Lombok akan diatur dalam keputusan Menteri Perhubungan. Nyoman Sukayadnya menjelaskan: “Ketetapan TSS itu nantinya akan diajukan ke Organisasi Maritim Dunia (IMO). Saat ini penyusunan TSS masih kajian. Nanti akan dibahas bersama pakar, untuk kemudian baru ditetapkan. Karena ini masuk jalur ALKI, tidak hanya melibatkan regulasi Indonesia. Setelah ditetapkan dengan keputusan Menteri, baru kemudian dibawa ke IMO”.
Penetapan TSS Selat Lombok menjadi prioritas dibanding wilayah persimpangan lain seperti Selat Sunda yang masuk ALKI I., sebab ALKI II yang melewati Selat Lombok, dinilai paling potensial dibanding jalur ALKI lain karena jalurnya yang lebar dan tanpa hambatan berupa pulau, berbeda dengan ALKI I yang meski lebar, tetapi masih terhalang pulau. Begitu pula ALKI III yang sempit hingga kapal besar lebih banyak lewat Selat Lombok. Kalau yang di Selat Lombok sudah jadi, ALKI I akan mengikuti, begitu pula ALKI III di Maluku Barat Daya. TSS merupakan skema pemisah jalur lalu lintas pelayaran kapal-kapal yang berlawanan arah dalam suatu alur pelayaran yang ramai dan sempit, misalnya alur pelayaran saat memasuki pelabuhan atau selat.
Nyoman mengatakan pihaknya memiliki tanggung jawab dalam mengatur alur dan perlintasan kapal selepas dermaga, agar bisa berlayar dengan benar, selamat, efektif serta selamat hingga sampai tujuan. Ujarnya: “Begitu kapal lepas dari dermaga, langsung menjadi tanggung jawab kami. Karena yang membagi perairan nusantara adalah kami. Makanya tak ada alasan kami untuk masa bodoh, sebab kalau sampai terjadi kecelakaan di laut karena ada hambatan, itu bisa dianggap salah kami”. ***ERICK A.M.