10 Tahun Gaji Tak Dibayar, 12 TKI Terima Bantuan 111.000 Dolar AS

Menaker Hanif Dakhiri dan Dato Tahir foto bersama para TKI bermasalah setelah menerima bantuan total sebesar 111.000 dolar AS.
Menaker Hanif Dakhiri dan Dato Tahir foto bersama para TKI bermasalah setelah menerima bantuan total sebesar 111.000 dolar AS.

JAKARTA, MARITIM.

Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dakhiri mengapresiasi Tahir Foundation yang telah membantu menyelesaikan 12 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bermasalah di Amman, Yordania. Empat dari 12 TKI sudah memperoleh haknya dari majikan. Sedang delapan TKI lagi dibantu yayasan tersebut terkait penyelesaian gaji yang tidak dibayar senilai 111.000 dolar AS.

Read More

“Atas nama pemerintah, saya sangat mengapresiasi atas kontribusi yang diberikan oleh Prof. Dr. Dato’ Tahir terhadap TKI yang bermasalah di Amman.  Saya  juga terus menghimbau  agar buruh migran yang bekerja ke luar negeri selalu mengikuti prosedur yang berlaku,” ujar Menaker usai penyerahan bantuan kepada TKI bermasalah di kantor Kemnaker, Jakarta, Kamis malam (7/9).

Acara ini dihadiri staf KBRI di Jordania yang ikut mengantar TKI pulang ke Indonesia, serta pejabat Kementerian Luar Negeri, Kemnaker dan BNP2TKI.

Bantuan senilai 111.000 dolar AS atau setara Rp 1,5 miliar itu diserahkan Dato Tahir, pimpinan Tahir Foundation, yang didampingi Menaker. Tiap TKI menerima bantuan bervariasi antara 2.400 dolar sampai 24.000 dolar AS, sebagai bantuan dari gaji yang tidak dibayar selama 8-10 tahun bekerja di Yordania.

“Rata-rata kami digaji 100 dolar AS sebulan, tapi gaji selama 10 tahun bekerja tidak pernah dibayar,” kata Jumiah, asal Nusa Tenggara Barat yang menerima bantuan terbesar 24.000 dolar AS, saat ditanya Maritim.

Ke-12 TKI bermasalah itu berasal dari berbagai daerah. Antara lain Nusa Tenggara Barat, Banten, Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Madura, dan terbesar dari Jawa Barat.

Hanif mengakui TKI termasuk pekerja migran yang rentan dan tidak semua TKI di luar negeri bernasib baik. Tapi pemerintah terus bekerja keras mencari solusi guna memecahkan permasalahan yang ada.

“Pemerintah tidak main-main dan terus berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan dan kualitas perlindungan TKI di luar negeri,” tegas Hanif yang mengaku sebagai anak TKI yang 6 tahun bekerja di Arab Saudi.

Jual kompetensi

Menaker menyebut ada dua kelemahan mendasar dari TKI yang bekerja di luar negeri. Pertama, khusus di sektor domestik adalah soal bahasa.  Pemerintah menginginkan bahasa Inggris sebagai dasar bagi TKI yang bekerja di luar negeri. Kemudian bahasa lainnya, seperti  bahasa Arab, Mandarin, dan lainnya. Kelemahan kedua terkait mental dan kepercayaan diri TKI yang perlu dibangun.

“Kompetensi TKI juga harus ditingkatkan kualitasnya melalui pendidikan dan pelatihan. Sehingga ke depan yang akan kita jual bukan TKI atau orangnya, tapi kompetensinya,” tegas Hanif.

Hal ini sejalan dengan penegasan Prof. Dato Tahir yang tidak menghendaki Indonesia mengirim lagi TKI ke luar negeri sebagai pembantu. TKI  yang bekerja di luar negeri harus profesional dan memiliki kompetensi sesuai bidangnya melalui pendidikan dan pelatihan.

“Kami siap menyediakan shoftware dan instruktur, termasuk gajinya. Tapi pemerintah harus menyediakan balai latihan kerjanya,” pinta Dato.

Sebelumnya, Dirjen Penempatan Tenaga Kerta dan Perluasan Kesempatan Kerja Maruli Apul Hasoloan mengatakan, ke-12 TKI bermasalah itu semula berada di shelter KBRI di Amman. Setelah mendapat exit permit, mereka dipulangkan dan tiba Indonesia pada 6 September 2017 dengan didampingi staf KBRI.

Dalam pertemuan KBRI dengan Dato Tahir di Amman, disepakati Tahir Foundation memberikan bantuan kepada 12 TKI bermasalah itu sebesar 111.000 dolar AS. Keberadaannya di Amman, kata Dato, ikut menangani pengungsi Syria di bawah bendera PBB. Mendengar laporan adanya TKI tidak dibayar 8-10 tahun, ia tergerak harinya untuk membantu dan memulangkan para TKI itu ke tanah air. **Purwanto.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *