BATAM, MARITIM.
Keberadaan kapal tradisional atau pelayaran rakyat yang dulu dijuluki ‘armada semut’ masih sangat relevan di negara kepulauan Indonesia yang merupakan kepulauan terbesar di dunia. Sedikitnya ada 17.420 pulau yang merangkai dari Sabang (barat) sampai Merauke (timur), dari Miangas (utara) sampa Rote (selatran). Namun ironisnya, armada semut yang beroperasi di Provinsi Kepri, khususnya di Batam, bak hidup segan mati tak mau.
Hal ini diutarakan pengurus Dewan Pimpinan Daerah Pelabuhan Rakyat (DPD Pelra) Batam dalam pertemuan dengan Staf Khusus Kementerian Koordinasi Kemaritiman Bidang Jejaring Inovasi Pelabuhan Rakyat, Dr. Syamsul Akbar, Sabtu (9/9) di Batam. Pertemuan juga dihadiri pejabat Dishub Provinsi Kepri Jumianto dan Dishub Kota Batam, Ibnu Hajar.
Kondisi Pelra diperparah dengan lahirnya Peraturan Kepala BP Batam No. 17 Tahun 2016 tentang Host To Host, terutama terkait laporan kedatangan dan keberangkatan kapal. Akibatnya, perhitungan estimasi biaya labuh/ tambat kapal oleh Petugas Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu (PPAT) BP Batam di Batu Ampar memakan waktu lama.
“Untuk membuat laporan dan transaksi keuangan ke PPAT Batu Ampar, mesti bolak balik sampai empat kali. Itu hanya untuk membuat laporan satu kapal,” kata M. Wandi, Agen Pelayaran Rakyat yang mengurus angkutan barang dan penumpang antar pulau.
Menurut dia, jarak dari Pelabuhan Rakyat Kabil dan Sekupang ke PPAT Batu Ampar cukup jauh. “Untuk melengkapi dokumen harus bolak-balik, dan sesampainya di PPAT Batu Ampar mesti antri lagi,” keluhnya.
Selain itu, sebagai agen pelayaran rakyat, pihaknya harus melaporkan kegiatan kapal kepada 5 instansi. Yakni PPAT BP Batam, Syahbandar, Karantina, Bea Cukai dan Imigrasi.
Namun Wandi mengaku puas pelayanan yang diberikan Bea Cukai dan Karantina, karena menggunakan sistim modern. Tidak ada kesan “kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah”.
Penasehat DPD Pelra Batam Asmadi dalam kesempatan itu juga mengeluhkan regulasi Kakanpel Syahbandar Batam tentang kewajiban nakhoda kapal penumpang Pelra yang selama ini mengantongi Surat Kecakapan Kapal (SKK) diwajibkan mengantongi sertifikat ANT 5.
Bahkan, syahbandar pernah tidak mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB), sehingga kapal penumpang antar pulau tidak bisa berangkat. Atas kejadian ini, pihaknya bersama pengurus lain mendatangi Syahbandar.
“ Akhirnya Kepala Kanpel Batam Bambang Gunawan melunak dan memberikan SPB, dengan catatan nakhoda harus melengkapi ANT 5,“ ujarnya.
Menurut Asmadi, kapal penumpang antar pulau beda dengan kapal feri, karena melayani pulau-pulau berdekatan dengan perairan dangkal, yang tidak bisa dilalui kapal feri.
Mengancam
Sementara itu, pengusaha lainnya Erwin mengeluhkan masih adanya ”hantu” di tengah laut. Oknum aparat itu merapatkan kapalnya dan naik ke kapal Pelra. Mereka menanyakan dokumen kapal dan muatan barang kapal, padahal itu bukan kewenangannya.
Lazimnya, kata Erwin, bila dari 5 instansi sudah clear, tidak ada lagi pemeriksaan di tengah laut. Tapi ada saja yang ditanyakan hingga berjam-jam, bahkan mengancam dokumen kapal akan disita.
“Kami berharap Satgas Saber Pungli tidak hanya berada di darat, tapi juga dapat ke tengah laut,” pintanya.
Menanggapi keluhan pengusaha Pelra Batam, Syamsul Akbar berjanji akan meneruskan laporan ini ke Menko Kemaritiman dan akan dikoordinasikan dengan instansi terkait.
Kepada Maritim, Syamsul mengatakan, Presiden Jokowi berkomitmen untuk mengembangkan kapal Pelra dari moda transportasi angkutan barang dan penumpang, menjadi moda transportasi wisata bahari, perhotelan terapung dalam mendukung wisata bahari.
Dikatakan, peran Pelra Batam dalam mendukung wisata bahari dengan membuat terobosan atau diversifikasi usaha, tidak hanya mengembangkan kapal angkutan barang dan penumpang antar pulau ke moda transportasi wisata bahari. Tapi juga harus mendukung pengembangan wisata di Batam dan sekitarnya.
Kepri memiliki 2.408 pulau dan kota Batam memiliki wisata perairan yang luar biasa. Tinggal bagaimana pemerintah daerah menggalangkan potensi daerah dengan menggelar event-event tingkat daerah, nasional maupun internasional yang mampu mendatangkan wisata.
“Pada 2019 target pemerintah bisa mendatangkan 20 juta wisatawan. Nah, ini harus didukung dengan moda transportasi laut karena juga termasuk wisata bahari, “tukasnya.
***Amrullah.