JAKARTA, MARITIM.
Tiga Menteri Kabinet Kerja meresmikan Politeknik Ketenagakerjaan (Poltek Naker) yang berlokasi di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) di Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (26/10/2017). Peresmian dilakukan dengan bersama-sama menekan tombol sirene dan menandatangani prasasti.
Ketiganya adalah Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dakhiri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan & RB) Asman Abnur, serta Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek & Dikti) Mohammad Nasir.
Untuk angkatan pertama dengan menerima mahasiswa sebanyak 90 orang, Poltek Naker membuka tiga program studi (prodi). Yaitu Prodi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (D4), Relasi Industri (D4) dan Prodi Manajemen Sumber Daya Manusia (D3). Mereka akan dibimbing 27 dosen, terdiri dari 18 dosen tetap dan 9 tidak tetap.
Dalam sambutannya Menaker Hanif Dakhiri mengatakan, tantangan ketenagakerjaan ke depan yang semakin kompleks membutuhkan sumber daya manusia yang profesional dan kompeten. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, Kemnaker perlu membangun Politeknik yang spesifik pada aspek ketenagakerjaan.
Sebagai jembatan emas dalam menyiapkan tenaga profesional dan handal, Menaker mengatakan, Poltek Naker mengemban tugas yang mulia untuk menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten dan mampu bersaing di era perdagangan bebas, khususnya di bidang ketenagakerjaan.
Ia mengapresiasi besarnya animo masyarakat masuk Poltek Naker. Hal ini terbukti dengan kuota kebutuhan hanya 90 mahasiswa, tapi diperebutkan oleh 2.605 orang.
”Keberadaan politeknik ini sebagai jawaban dari kebutuhan kalangan stakeholders yang menginginkan adanya sumber daya manusia yang handal, kompeten dan siap kerja di bidang ketenagakerjaan yang makin dinamis,” kata Hanif.
Untuk itu, sistem pembelajaran di kampus lebih menitikberatkan pada pembentukan kompetensi hard skill dan soft skill, dengan menerapkan skema pendidikan 30 persen teori dan 70 persen praktek.
Selain ijazah akademis, Poltek ini juga akan memberikan sertifikasi kompetensi sesuai bidangnya. Sertifikasi ini akan menjadi tiket masuk di arena persaingan tenaga kerja yang makin ketat, baik di dalam maupun luar negeri.
Hanif berharap kalangan industri dan serikat pekerja membantu pengembangan Poltek Naker, sehingga dapat menjadi salah satu lembaga pendidikan penghasil SDM profesional di bidang ketenagakerjaan. Bahkan diharapkan mampu berkembang menjadi 20 besar Politeknik di tingkat global.
Syarat dosen
Dalam kesempatan itu, Menpan RB Asman Abnur menilai positif langkah Menaker yang sangat antusias untuk segera meresmikan Poltek Naker. Ia sangat mendukung Poltek Naker memberikan sertifikasi kompetensi sehingga para lulusannya akan dapat membuktikan keahliannya saat bekerja.
Menurut Asman, pendidikan vokasional di negara maju lebih diprioritaskan dibanding pendidikan keilmuan. Di negara maju, 70 persen menggunakan pendidikan vokasional dan 30 persen sains. Jadi lebih mendahulukan vokasional dibandingkan dengan keilmuan.
“Polteknaker ini terobosan Menaker dan harus segera dilakukan di provinsi dan kabupaten/kota. Ini sangat penting sehingga ke depan tak lagi ekspor tenaga kerja yang berkualitas rendah. Pendidikan vokasional kunci keberhasilan menciptakan tenaga kerja yang profesional dan kompeten,” katanya.
Menristek Dikti M. Nasir juga mendukung berdirinya Poltek Naker di Bekasi yang prosesnya hanya dalam waktu 3 bulan. Poltek menjadi salah satu pilihan anak Indonesia mengikuti pendidikan karena disamping memperoleh ijazah juga mendapat sertifikat kompetensi. Sehingga para lulusannya memiliki keahlian tertentu dan mudah mendapat pekerjaan.
Ia mengingatkan syarat menjadi dosen minimal harus S2. Tapi khusus untuk politeknik, dosen tidak harus lulusan S2.
“Dosen politeknik bisa hanya lulusan D3. Yang penting punya keahlian,” katanya.
Ini dibuktikan oleh beberapa pelaut yang menjadi dosen di pendidikan kepelautan, meski hanya lulusan D3. Dengan pengalaman 10 tahun jadi nakhoda dan memiliki sertifikat IMO (International Maritime Organization), ternyata 100% lulusan pendidikan vokasi itu terserap di industri pelayaran.
Nasir memaparkan di Cina terdapat 2.284 perguruan tinggi sementara di Indonesia jumlahnya mencapai 4.529. Padahal jumlah penduduk Indonesia hanya 1/6 dari jumlah penduduk di Cina yang berjumlah 1,4 miliar. “Sebagai perbandingan, pendidikan vokasi di Cina 54 persen. Sedangkan Indonesia cuma 16 persen,” ujarnya.
Dalam peresmian itu juga ditandatangani nota kesepahaman (MoU) antara Poltek Naker dengan BPJS Ketenagakerjaan, Bank BNI dan Jakarta Intercultural School.** Purwanto.