WACANA yang berkembang makin kuat agar Pulau Bali tidak hanya mengandalkan industri pariwisata, mengarah pada rekomendasi menjadikan kawasan Bali utara dan barat (Kabupaten Buleleng dan Jembrana), kawasan industri manufaktur besar dan sedang. Hal ini berkaitan dengan produksi Industri manufaktur Besar dan Sedang (IBS) Provinsi Bali triwulan III tahun 2017 mengalami penurunan sebesar 1,14% dibanding periode sebelumnya. Angka itu juga berada di bawah pertumbuhan nasional sebesar 2,27% pada periode yang sama.
Anak Agung Ngurah Alit Wiraputra Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bali mengatakan selama ini Bali masih terkenal sebagai kawasan pariwisata. Padahal provinsi ini juga memiliki potensi menjadi kawasan industri manufaktur, finishing dan pergudangan. Hal itu karena Bali utara/barat juga dikenal sebagai basis agro, kerajinan dan Usaha Mikro Kecil & Menengan (UMKM) yang didukung pelabuhan sebagai outlet peragangan domestik dan internasional. Selain itu, Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Bali tak sebesar kota-kota industri di Jawa, akan dapat memperingan upah dan biaya logistik bagi pengusaha industri.
Menurut Gung Wira, selama ini subsektorindustri pariisata di kawasan Bali utara dan barat kurang berkembang signifikan, hingga untuk membangun kawasan itu pemerintah dapat memanfaatkanya menjadi kawasan industri manufaktur. Adapun industri yang sesuai dibangun di kawasan tersebut, yakni terdiri dari industri garmen maupun packaging.
“Yang besar di Bali hanya industri pariwisata. Padahal sekarang kita belum memiliki kawasan industri manufaktur. Karenanya, kami dari Kadin berharap agar di sekitar Singaraja atau Negara, dibangun kawasan industri non polutif, serta pergudangan” kata Gung Wira.
Kata dia, banyak pelaku industri di Pulau Jawa yang sebenarnya ingin merelokasi pabriknya ke Bali. Hanya saja provinsi ini belum memiliki kawasan khsusus yang mampu menampung keinginan tersebut. Maka apabila wacana ini terealisasi, para pengusaha akan diuntungkan dengan lebih rendahnya upah tenaga kerja yang harus dibayarkan karena UMP maupun UMK di Bali tidak sebesar di Jawa. Selain itu, Bali juga akan diuntungkan dengan peluang ekspor yang tinggi lewat hadirnya pabrik industri manufaktur besar ini. Apalagi, Kabupaten Buleleng memiliki Pelabuhan Celukanbawang yang dapat difungsikan untuk melakukan ekspor barang. Sementara, pelabuhan tersebut hingga saat ini hanya berfungsi sebagai pelabuhan bongkar, tanpa ada komoditas yang dimuat hingga biaya pengapalan menjadi cukup mahal.
“Dibanding dengan UMP di Jakarta,Tangerang maupun Bekasi yang cukup tinggi, maka teman-teman pengusaha di sana pasti akan tertarik kalau adaprakarsa dipindahkan ke Negara dan Singaraja. Saya berharap begitu, dan banyak teman-teman yang punya pabrik di sana sebenarnya ingin pindah ke Bali. Namun ganjalannya terletak pada Peraturan Daerah yang melarang industri yang berpotensi menimbulkan polusi, merusak lingkungan serta tak sejalan dengan kebijakan yang mengutamakan industri pariwisata ” katanya.
Masih menurut ug Wira, Jika kedepan nanti ide ini dapat terrealisasi, maka kawasan industri di Bali akan terbagi jadi dua. Yaitu kawasan Bali selatan untuk industri pariwisata dan kawasan utara dan barat menjadi lahan bagi industri manufaktur, yang tidak hanya mendukung pariwisata tetapi juga ekspor Bali. Pungkas Gung Wira: “Kedepan, seharusnya Bali mengarah ke sana karena tidak bisa hanya mengandalkan pariwisata”.***ERICK A.M.