MANAJEMEN Perusahaan Pelayaran Nasional PT Dharma Lautan Utama (DLU) meminta keberpihakan yang proposional dari pemerintah soal harga tiket kapal laut. Saat ini harga tiket untuk kapal laut berkisar sekitar Rp 800 – 900 per mil. Padahal, Idealnya saat ini harga tiket berada pada kisaran Rp 1.500 per mil.
“Dengan harga tiket yang dibatasi pemerintah dan kian tingginya biaya operasional, perawatan dan perbaikan kapal saat ini akan semakin sulit bagi perusahaan kapal untuk bertahan” ungkap Erwin H Poedjono, Direktur Utama DLU, usai memberi bantuan CSR ke 150 warga Simokerto Surabaya, Selasa (14/11/2017).
Sementara itu Bambang Harjo Soekartono, Penasehat Perusahaan PT DLU, yang juga anggota Komisi VI DPR RI yang hadir dalam acara tersebut berharap agar pemerintah lebih memperhatikan sektor kelautan, termask usaha angkutan penumpang. Sebab apabla harga tiket masih berada pada level searang yang rendah, maka bukannya tidak mungkin nantinya perusahaan perkapalan terpaksa akan mengurangi pelayanan dan keselamatan penumpang.
“Dengan kondisi seperti saat ini, faktor keselamatan.juga harus tetap diperhatikan” ujar Bambang Harjo.
Menurut Bambang, dengan dibatasinya harga tiket hanya merupakan salah satu keluhan perusahaan pelayaran, yang dalam kondisi perekonomian yang sulit membuat pengiriman logistik juga tersendat. Kondisi itu dengan sendirinya akan berdampak terhadap merosotnya pendapatan. Saat ini setidaknya sudah ada 200 perusahan pelayaran yang gulung tikar, karena tak mampu bertahan.
“Di tengah situasi seperti ini, seluruh perushaan pelayaran termasuk PT DLU merasa pendapatannya sagnan. Kalaupun terjadi kenaikan, hanya tercapai tipis pada kisaran 5% saja, yang belum seperti yang diharapkan. Pada hal, kami tak bisa menghindar dari kewajiban untuk menanggung biaya tetap maupun biaya operasional” ungkap Erwin.
Kendati demikian, Dirut PT DLU mengaku saat ini perusahaannya terus berjuang dan berharap pada akhir tahun nanti ekonomi sudah membaik. Memungkasi penjelasannya, Erwin berkata: “Meskipun ekonomi tak kunjung bergairah, tetapi kami tetap eksis, tanpa mengurangi jadwal pelayaran, mutu pelayanan bagi pengguna jasa, mendahulukan faktor keamanan dan kenyamanan dalam berlaya, maupun melakukan pengurangan karyawan dengan pemutusan hubungan kerja”.***AYUDHIA/Sub/Maritim