JAKARTA, MARITIM.
Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) tahun 2017, secara nasional menunjukkan penurunan sebesar 1,39 poin, yakni dari 57,46 pada tahun 2016 menjadi 56,07 di tahun 2017. IPK nasional sebesar 56,07 itu juga di bawah target yang ditetapkan sebesar 57.
“Angka ini menunjukkan hasil pembangunan ketenagakerjaan di sebagian besar provinsi masih jauh dari target dan standar Sustainable Development Goals (SDGs),” kata Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri seusai menyerahkan penghargaan IPK terbaik 2017 kepada 13 pemerintah provinsi yang dinilai berhasil melaksanakan pembangunan bidang ketenagakerjaan, di Jakarta, Rabu (6/12).
IPK tertinggi diraih oleh Provinsi DKI Jakarta dengan indeks sebesar 66,11. Peringkat kedua ditempati DI Yogyakarta dengan indeks 63,76, sedangkan peringkat ketiga diraih Provinsi Bali dengan indeks 63,48.
Penyebab utama menurunnya IPK tahun 2017, menurut Menaker, SDGs belum dijadikan sebagai salah satu fokus pembangunan di daerah, sehingga membutuhkan waktu untuk penyesuaian. Selain itu, tidak disusunnya perencanaan tenaga kerja di sejumlah provinsi sehingga indeks indikator utamanya menurun.
Kondisi pengawas ketenagakerjaan yang belum optimal dan efektif pasca pelimpahan fungsional pengawas ketenagakerjaan ke pemprov, juga berpengaruh negatif terhadap kondisi pengawasan ketenagakerjaan dan hubungan industrial di daerah.
“Akibatnya, indeks kondisi lingkungan kerja dan indeks hubungan industrial juga mengalami penurunan,” kata Hanif.
Untuk itu, pihaknya terus mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten/kota guna meningkatkan kinerja agar masalah ketenagakerjaan menjadi perhatian semua pihak. Hal ini menjadi tugas dan tantangan bagi seluruh stakeholder (pemangku kepentingan), baik gubernur, bupati/walikota dan kepala dinas, untuk memastikan urusan ketenagakerjaan tidak lagi marjinal atau dianggap masalah pinggiran.
“Jadikan urusan ketenagakerjaan tidak lagi di pinggir, tapi di tengah. Artinya, bukan hanya perhatian Menaker dan Disnaker, tapi juga menjadi perhatian seluruh komponen bangsa. Dengan menjadikan masalah ketenagakerjaan di tengah, maka hasil pembangunan dan kesejahteraan bisa dirasakan oleh seluruh rakyat,“ tegasnya.
Menurut Hanif, keberhasilan sebuah bangsa, ukurannya hanya dua, yakni soal pengangguran dan penyerapan tenaga kerjanya. Dari sisi input, kualitas tenaga kerja menjadi tolok ukur daya saing sebuah bangsa.
“Ketika pembangunan bisa optimal untuk kepentingan masyarakat dan terbukanya lapangan kerja, maka SDM bisa masuk pasar kerja di dalam dan luar negeri. Sehingga akan memberi kontribusi besar bagi peningkatan daya saing secara keseluruhan,“ tandasnya.
Hanif menjelaskan, penilaian IPK merupakan acuan dasar untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan di daerah, bahan evaluasi kebijakan dan program ketenagakerjaan daerah, serta sarana pemicu agar pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara optimal.
“Dengan adanya penghargaan ini diharapkan dapat meningkatkan komitmen pemerintah daerah dalam perencanaan tenaga kerja daerah guna mendukung keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia,” kata Menaker.
Tiga kategori
Penghargaan IPK untuk tingkat provinsi dibagi dalam tiga kategori, yaitu besar, sedang dan kecil. Untuk kategori besar, IPK terbaik pertama diberikan kepada Sulawesi Selatan dengan indeks 61,95. Terbaik kedua Jawa Tengah (58,58) dan terbaik ketiga Sumatera Selatan (58,46).
Untuk kategori sedang, terbaik pertama diraih DKI Jakarta (66,11), terbaik kedua DI Yogyakarta (63,76) dan terbaik ketiga Bali (63,48). Sedangkan untuk kategori kecil, IPK terbaik pertama adalah provinsi Jambi (60,42), kedua Bangka Belitung (58,83) dan terbaik ketiga Sulawesi Tengah (58,55).
Penghargaan lainnya juga diberikan kepada sejumlah provinsi. Jawa Timur meraih penghargaan untuk perencanaan tenaga kerja terbaik. DKI Jakarta mendapat dua penghargaan, yaitu untuk pengupahan dan kesejahteraan pekerja serta jaminan sosial tenaga kerja terbaik.
DI Yogyakarta juga meraih dua penghargaan (penduduk dan tenaga kerja serta pelatihan dan kompetensi kerja terbaik). Sedangkan Papua meraih penghargaan untuk produktivitas tenaga kerja, Bali untuk hubungan industrial, Kalimantan Selatan untuk kondisi lingkungan kerja terbaik. ***Purwanto.