JAKARTA, MARITIM.
Mulai 1 Agustus 2017, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK) mendapat tugas baru dari pemerintah. Yakni melaksanakan perlindungan bagi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang bekerja di luar negeri, yang sebelumnya ditangani oleh tiga Konsorsium Asuransi.
Transformasi ini bukan hanya karena pemerintah tak ingin memperpanjang kontrak dengan ketiga konsorsium asuransi tersebut yang habis pada 31 Juli 2017. Melainkan melalui kajian dan rekomendasi dari berbagai pihak terkait, antara lain Komisi IX DPR RI, Bappenas, Kemenlu, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ada empat rekomendasi yang mendasari transformasi perlindungan TKI ke sistem jaminan sosial. Yakni, perbaikan tatakelola penempatan TKI dari daerah asal melalui Pelayanan Terpadu Satu Atap (PTSA), perbaikan pengawasan di daerah perbatasan, penyusunan cost structure (struktur biaya), serta perlindungan TKI yang terintegrasi.
Sistem perlindungan TKI yang baru itu diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 07 Tahun 2017 tentang Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia. Bagi BPJS TK, perlindungan TKI ini bukan hal baru, karena pada tahun 90-an semasa masih bernama PT Jamsostek sudah pernah melaksanakannya. Namun ketika Menteri Tenaga Kerja dijabat Abdul Latief, perlindungan TKI diserahkan kepada konsorsium asuransi.
Sejumlah konsorsium asuransi terlibat dalam perlindungan TKI, tapi yang terakhir menangani adalah Konsorsium Astindo, Jasindo dan Mitra TKI. Setiap TKI yang akan bekerja di luar negeri dipungut premi Rp 450.000/orang untuk masa pra berangkat (di penampungan), selama bekerja di luar negeri dan setibanya kembali di tanah air.
Dalam melaksanakan perlindungan TKI, BPJS TK menetapkan iuran sebesar Rp 370.000/orang untuk dua program, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm). Perlindungan tersebut berlaku selama 31 bulan, yakni 5 bulan masa pra berangkat (diklat di penampungan), 24 bulan selama kontrak kerja di luar negeri dan sebulan untuk mengurus dokumen kepulangan, serta sebulan setelah kembali di tanah air. Sedangkan untuk program Jaminan Hari Tua (JHT) masih bersifat sukarela.
“Untuk JHT sifatnya masih opsi (pilihan),” kata Direktur Perluasan Kepesertaan dan Hubungan Antar Lembaga (Dirkep & HAL) BPJS Ketenagakerjaan E. Ilyas Lubis.
Iuran sebesar itu dinilai sangat murah. Untuk kedua program ini (JKK dan JKm), TKI mendapat hak dan manfaat yang sama seperti pekerja peserta BPJS TK lainnya. Misalnya, TKI yang mengalami kecelakaan kerja mendapat pengobatan tak terbatas sampai sembuh, termasuk mendapat protese jika cacat. Bila korban meninggal atau mengalami cacat total tetap, seorang anaknya mendapat bea siswa sampai lulus S-1.
“Yang sedikit membedakan, TKI yang meninggal akibat kecelakaan kerja mendapat santunan Rp 85 juta, baik di dalam atau di luar negeri. Sedang peserta bukan TKI mendapat santunan 48 kali dari gaji yang dilaporkan. Lainnya sama, termasuk bantuan beasiswa dan manfaat lainnya,” kata Ilyas.
Negara hadir
Ditunjuknya BPJS Ketenagakerjaan untuk melaksanakan jaminan sosial bagi TKI, merupakan bentuk kehadiran negara dalam perlindungan kepada para pekerja migran.
Dengan hadirnya negara, perlindungan TKI akan semakin diintensifkan, terutama di daerah-daerah yang jadi kantong-kantong TKI. Juga di negara-negara yang banyak TKI-nya, seperti Malaysia, Korea, Taiwan, Singapura, dan di Timur Tengah. Sehingga tak satu pun TKI yang lepas dari perlindungan jaminan sosial.
BPJS Ketenagakerjaan harus memastikan bahwa kemajuan teknologi dan sistem yang telah dimiliki, akan mempermudah dan mempercepat pelayanan kepada para TKI. Sistem online akan memudahkan untuk pendaftaran atau pengajuan klaim, karena bisa diakses dari mana pun. Termasuk TKI mandiri yang akan memperpanjang kontrak kerja di luar negeri.
Jumlah TKI yang tersebar di berbagai negara kini diperkirakan mencapai 6,5 juta orang. Baik yang bekerja di sektor formal maupun non formal.
Remintance atau uang yang dikirim TKI dari luar negeri tahun 2017 (sampai Oktober) tercatat Rp140 triliun. Berdasar ranking yang dibuat Badan Pusat Statistik, TKI merupakan penyumbang devisa negara ke-6 setelah ekspor kelapa sawit, jasa turis asing, eskpor tekstil, migas dan ekspor batubara.
Karena itu, pemerintah terus meningkatkan perlindungan terhadap TKI yang sering disebut sebagai ‘pahlawan devisa’. Tak lama setelah Permenaker 07/2017 diterbitkan, UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) disahkan DPR-RI. UU ini justru memperkuat perlindungan TKI melalui jaminan sosial.
UU PPMI memastikan seluruh proses penempatan pekerja migran, mulai dari pra, selama penempatan, sampai pasca penempatan (kembali ke tanah air), mendapatkan jaminan dan perlindungan dari negara. Pasalnya, UU ini mengatur pendataan TKI melalui sistem pelayanan satu pintu untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran, pungutan liar dan penipuan yang menimpa calon TKI.
Untuk menekan pelanggaran dalam penempatan TKI ke luar negeri, UU ini disertai sanksi yang berat. Di antaranya hukuman penjara 1 – 10 tahun dan denda antara Rp200 juta – Rp15 miliar.
Ini akan berdampak pada semua pihak untuk mematuhi prosedur penempatan TKI, termasuk perlindungannya. Sehingga tidak ada lagi TKI yang dikirim ke luar negeri secara legal.
Momentum ini dipastikan akan meningkatkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Target peserta TKI tahun 2018 yang dipatok 350.000 orang juga dipastikan bakal melebihi angka itu.
Hingga 8 Desember 2017, kepesertaan aktif tercatat 25,4 juta pekerja. Angka ini melebihi target sebesar 25,2 juta. Sedang untukTKI hingga 14 Desember 2017 terdaftar 86.772 orang, mendekati target 110.000 orang di akhir tahun.
Namun di balik optimisme itu ada risiko yang besar, yakni potensi tindak pidana korupsi, baik berupa suap, pemerasan maupun gratifikasi. Selain harus meningkatkan kehati-hatian, seluruh jajaran BPJS Ketenagakerjaan jangan terjebak melakukan kesalahan, karena bisa merusak citra BPJS TK. Penghargaan sistem pengendalian gratifikasi terbaik dari Komisi Pemberantasan Korupsi yang diterima Dirut BPJS Ketenagakerjasan Agus Susanto belum lama ini, hendaknya menjadi cambuk bagi seluruh jajaran BPJS TK untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan kepada pekerja.
**Purwanto.