Prof. Dr. Mathias Tambing Jadi Presiden PP Kesatuan Pelaut Indonesia

Prof. Dr. Mathias Tambing (ketiga kiri) didampingi Sekjen I Dewa Nyoman Budiasa (ke-4 kiri) dan pengurus baru lainnya memberikan sambutan setelah terpilih menjadi Ketua Umum PP KPI periode 2017-2022 dalam Kongres Luar Biasa KPI pada 15-17 Desember 2017 di Jakarta.
Prof. Dr. Mathias Tambing (ketiga kiri) didampingi Sekjen I Dewa Nyoman Budiasa (ke-4 kiri) dan pengurus baru lainnya memberikan sambutan setelah terpilih menjadi Ketua Umum PP KPI periode 2017-2022 dalam Kongres Luar Biasa KPI pada 15-17 Desember 2017 di Jakarta.

Jakarta – Maritim

Prof. Dr. Mathias Tambing Msi terpilih menjadi Presiden Pengurus Pusat Kesatuan Pelaut Indonesia (PP KPI) dalam Kongres Luar Biasa (KLB) KPI yang berlangsung pada 15-17 Desember 2017 di Jakarta. Sebagai pimpinan baru KPI periode 2017-2022, Mathias Tambing menggantikan Capt. Hasudungan Tambunan yang memimpin KPI sejak 2014.

Dalam KLB KPI yang diikuti 100 peserta dari perwakilan anggota aktif yang bekerja di kapal-kapal dalam/luar negeri dan 6 Pengurus Cabang KPI se Indonesia tersebut, Capt. W.S. Trisno terpilih sebagai Wakil Presiden I dan Capt. Jerry J. Paat sebagai Wakil Presiden II. Kemudian I Dewa Nyoman Budiasa sebagai Sekretaris Jenderal dan Sonnny Pattiselanno sebagai Wakil Sekretaris Jenderal. Kelima orang pengurus baru ini juga ditetapkan sebagai Badan Pengurus Harian (BPH) KPI.

Sedangkan 4 orang lainnya yang mempresentasikan wakil dari pengurus cabang dan perwakilan pelaut anggota KPI, ditetapkan sebagai Anggota PP KPI. Mereka adalah Uten Bumulo SH, Gentra Sumarlan, Luh Pasek Krisnadewi dan Harry Dwicahyo.

Seusai terpilih sebagai Presiden KPI, Mathias Tambing mengatakan, dalam kepengurusan baru ini Presiden Eksekutif tidak ada lagi dalam struktur organisasi KPI. Dalam kepengurusan sebelumnya, Presiden  Eksekutif  dijabat oleh Hanafi Rustandi (mantan Presiden/Ketua Umum KPI) yang meninggal dunia pada Juli 2017.

Resolusi dan rekomendasi

Selain menetapkan susunan PP KPI untuk masa bakti 5 tahun ke depan, kongres juga menetapkan 10 resolusi kepada pemerintah dan 8 rekomendasi untuk internal organisasi.

Ke-10 resolusi itu meliputi : Pertama, KPI meminta pemerintah agar ILO Maritime Labour Convention (MLC) 2006 yang telah diratifikasi melalui UU No. 15/2016 ditetapkan sebagai aturan hukum bersifat Lex Specialist yang mengatur tata aturan hukum hubungan industrial bagi pelaut Indonesia.

Kedua, Kementerian Ketenagakerjaan diminta segera mengimplementasikan ILO MLC melalui penyusunan regulasi nasional yang komprehensif guna memberikan perlindungan dan peningkatan kesejahteraan yang maksimal bagi pelaut Indonesia.

Ketiga, pemerintah diminta segera meratifikasi konvensi ILO Nomor 188 tentang Work dan Fsihing Sector dan menjadikannya sebagai aturan hukum bersifat Lex Specialist yang mengatur hubungan industrial bagi pelaut Indonesia yang bekerja di kapal-kapal perikanan. Hal ini untuk memberikan perlindungan dan peningkatan kesejahteraan maksimal bagi pelaut-pelaut Indonesia yang bekerja di kapal-kapal perikanan domestik maupun asing.

Keempat, pemerintah diminta segera menetapkan standar upah minimum sektoral pelaut yang bekerja di kapal-kapal domestik, minimal dua kali dari upah minimum setempat.

Kelima, pemerintah diminta mengadopsi dan menetapkan standar upah minimum pelaut yang ditetapkan ILO sebagai standar upah minimum bagi pelaut Indonesia yang bekerja di kapal-kapal asing.

Keenam, syahbandar diminta tidak mengesahkan Perjanjian Kerja Laut (PKL) yang upahnya di bawah standar hidup layak. Ketujuh, Kementerian Perhubungan diminta memperlancar penerbitan sertifikat kepelautan bagi pelaut yang telah menyelesaikan diklat maupun revalidasi, sehingga tidak menghambat pelaut dalam mencari pekerjaan.

Kedelapan, pemerintah diminta menerbitkan PP (Peraturan Pemerintah) sebagai pengganti PP No.7/2000 tentang Kepelautan untuk disesuaikan dengan UU No.17/2008 tentang Pelayaran maupun ILO MLC.

Kesembilan, Ditjen Perhubungan Laut diminta mengimplementasikan secara benar ketentuan Menteri Perhubungan No. PM 84/2013 dan tidak menerbitkan Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) bagi perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan PM 84/2013.

Kesepuluh, perusahaan pelayaran nasional diminta berkontribusi dalam pengembangan pengetahuan dan keterampilan  para pelaut yang telah bekerja di perusahaannya, khususnya terkait revalidasi dan penyetaraan sertifikat.

Sementara itu, 8 rekomendasi yang diputuskan kongres antara lain, KPI bertekad menyukseskan program pemerintah di sektor maritim. Terutama tol laut dan pemberantasan illegal fishing guna menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

KPI turut menyosialisasikan regulasi-regulasi nasional dan internasional, terutama menyangkut hak-hak dan kewajibannya selama bekerja di kapal-kapal nasional maupun asing.

Selain itu, mengintensifkan kerjasama dengan serikat pekerja afiliasi ITF (International Transport worker’s Federation) di tingkat regional dan internasional, khususnya perlindungan bagi pelaut anggota KPI yang bekerja di kapal-kapal asing.

Kongres luar biasa KPI ini juga dicermati oleh pimpinan ITF dan sejumlah organisasi pelaut di Asia dan Eropa yang hadir dalam pembukaan sampai penutupan kongres. Dalam cloosing statementnya,  Sekretaris ITF Asia Pasifik, Jose Raul Lamug, menilai kongres KPI sangat sukses, berlangsung tertib dan lancar. Dia juga menilai semua keputusan yang dihasilkan sesuai dengan ketentuan organisasi.

Kongres dibuka oleh Sekretaris Ditjen Perikanan Tangkap, Yuliadi, mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti. Acara ini juga dihadiri Direktur Perkapalan dan Kepelautan Ditjen Perhubugan Laut, Junaidi, Ketua Umum Konsorsium Perusahaan Pengawakan Kapal (CIMA) Gatot Cahyo Sudewo, serta sejumlah pimpinan perguruan tinggi kepelautan dan serikat pekerja afiliasi ITF, maupun para pimpinan perusahaan mitra kerja KPI.  **Purwanto.

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *