Bogor, Maritim
Saat ini, tenaga kerja trampil sesuai perkembangan dan kemajuan teknologi terkini sangat dibutuhkan oleh industri. Karenanya, Kemenperin terus fokus melaksanakan program pembangunan kompetensi SDM melalui pendidikan vokasi yang link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan industri.
“Kami juga telah melakukan pelatihan tenaga kerja industri dengan sistem 3 in 1 (pelatihan, sertifikasi dan penempatan kerja) serta menyelenggarakan politeknik atau akademi komunitas di kawasan industri (KI) dan wilayah pusat pertumbuhan industri (WPPI). Sebab, semakin banyak tenaga kerja di bidang industri, maka penggangguran akan semakin berkurang,” kata Sekretaris Jenderal Kemenperin, Haris Munandar, di Bogor, Jawa Barat, Rabu (20/12).
Karena itu pula, tambahnya, data Asian Productivity Organization (APO) menyebutkan produktivitas tenaga kerja Indonesia di kawasan Asia Tenggara dinilai cukup baik dibanding dengan negara ASEAN lainnya. Seperti Filipina, Laos, Vietnam, Myanmar dan Kamboja.
Ditambahkan, saat ini Kemenperin memproyeksikan jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri manufaktur pada 2017 sebanyak17,01 juta orang. Atau naik dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 15,54 juta orang. Sehingga sektor manufaktur memberikan kontribusi sebesar 14 persen dari total tenaga kerja sebanyak 124,5 juta orang.
Haris menjelaskan, sektor-sektor industri yang menyerap tenaga kerja cukup banyak, adalah industri makanan dan minuman sekitar 3,3 juta orang lebih, industri otomotif 3 juta orang, industri tekstil dan produk tekstil 2,73 juta serta industri furnitur berbahan baku kayu dan rotan nasional untuk tenaga kerja langsung dan tidak langsung mencapai 2,5 juta orang.
Tenaga kerja merupakan modal penting sebagai penggerak roda pembangunan nasional. Untuk itu, diperlukan SDM yang kompeten di bidangnya. Sehingga mampu memacu industri semakin berdaya saing dalam menghadapi pasar bebas saat ini.
Di mana, sambungnya, salah satu faktor utama yang dilihat investor ketika ingin menanamkan modalnya di Indonesia adalah kualitas tenaga kerjanya. Sehingga tenaga kerja Indonesia di sektor manufaktur saat ini dinilai cukup kompetitif. Yaitu hampir 60 persen sudah mempunyai sertifikasi.
“Dalam menghadapi era ekonomi digital, Kemenperin pun melakukan berbagai kebijakan untuk pembangunan industri nasional melalui pengembangan implementasi Industry 4.0 serta pengembangan e-Smart IKM,” katanya.
Sebelumnya, Menperin Airlangga Hartarto mengungkapkan, pihaknya terus meningkatkan kinerja industri padat karya berorientasi ekspor. Upaya yang telah dilakukan adalah mengusulkan agar sektor ini mendapatkan insentif fiskal berupa pemotongan pajak penghasilan yang digunakan untuk reinvestasi.
“Fasilitas tax allowance yang akan diberikan untuk sektor padat karya dihitung dengan basis jumlah tenaga kerjanya. Kalau mereka mempekerjakan sebanyak 1.000, 3.000 atau di atas 5.000 tenaga kerja itu akan diberikan skema tax allowance tersendiri. Ini sedang kami bahas dengan Kementerian Keuangan,” paparnya.
Bahkan, Menperin menambahkan, Kemenperin juga telah mengajukan pemberian insentif fiskal bagi industri yang mengembangkan pendidikan vokasi dan pusat inovasi. Untuk industri yang melaksanakan program vokasi akan mendapat insentif pajak 200 persen. Sementara industri yang membangun pusat inovasi akan mendapat insentif pajak 300 persen. (M Raya Tuah)